Dunia itu dua suara, tersurat dengan banyak pena kekuasaan

Jumat, 08 Maret 2013

Suara Selera


Dunia itu dua suara. Ya, saya pikir itulah adanya. Selalu ada 'iya' dan 'tidak' dalam setiap aspek kehidupan, dan setiap orang harus memberikan sikap serta pilihan. Harus? Saya sebenarnya agak-agak gak suka sama kata 'harus'. Walau saya menyadari pekerjaan terbaik dapat saya lakukan dengan dibawah tekanan, saya tetap tidak begitu menyukai kata 'harus'. Kenapa? Karena kata tersebut biasanya menghiasi bagian-bagian hidup saya yang kadang kala ingin saya nikmati tanpa tekanan dan sebuah 'keharusan'.

Kadang, 'harus' layaknya topeng kehidupan. Menguasai pikiran untuk mengatur sebuah pekerjaan yang valid-valid aja kalo dikerjain sambil nyantai. Selalu ada table manner yang sempurna untuk menghadiri jamuan makan malam dengan presiden, tapi hal besar seperti itu tidak perlu dilakukan juga kaaan jika menonton HBO Hits di tengah akhir pekan? Saya yakin kebanyakan dari anda tidak begitu menikmati sebuah keharusan, tapi anda harus selalu memiliki selera.

Lebih jauh dari sekedar kata 'harus' dan definisinya, kadang saya seringkali memikirkan selera dan isi jiwa saya. Saya coba untuk menghilangkan dan tidak memperdulikan kata 'harus', keluar dari aturan, masuk ke zona tidak nyaman, dan berusaha menemukan sebuah selera.

Jeleknya, saya tidak mengerti apa definisi dari sebuah selera. Oh ya, dan juga hal-hal yang membentuknya. Seperti musik dan juga makanan. Saya tidak bisa bermusik (dan juga memasak tentunya). Ok, sekedar indomie goreng tentunya mudah, tapi soal musik, ampun gan, main recorder dari jaman kelas lima SD gakpernah lancar!

Tapiiiiiii, saya tetap memiliki banyak musik yang menurut saya menarik dan memenuhi selera, walau saya tidak bisa memainkannya, menyanyikannya, bahkan mendefinisinya genre musik apakah yang memenuhi selera saya. Seperti ketika banyak teman bertanya, "Tipe cewek lo yang kaya gimana sih?". Maka saya hanya dapat menjawab "Yaaaa asal nyambung aja cukup". Gombal? Muluk? Percaya deh, saya hanya merasa tidak dapat mendefinisikan dan saya tidak merasa hal tersebut harus didefinisikan.

Tanpa sebuah keharusan, saya tetap menemukan selera yang entah darimana asalnya. Seperti berkah natural. Saya, yang tidak mengerti mengapa bisa memiliki sebuah selera (katakanlah selera A), kadang bingung dengan selera orang lain (selera B). Dalam musik, saya benar-benar tidak mengerti mengapa kekasih dapat begitu memuja Marcus Miller dengan tarian jemari pada bass-nya. Asli, hampir ketiduran gue sih. Asli. Tampaknya musik jazz seperti itu bukanlah selera saya, dan saya tidak paham mengapa saya tidak menikmati musik jazz. Bahkan ketika Candil bernyanyi 'Daripada musik metal lebih baik musik jazz', saya lebih menikmati suara itu dibanding petikan-petikan maestro bass yang membuatnya menampilkan 'orgasm-face'.

Saya memahami bahwa jelas tidak semua orang harus menyukai setiap apa apa yang ada dalam kehidupan. Saya hanya sedikit bingung kenapa mereka dapat menikmati, sedangkan saya hampir ketiduran, hingga akhirnya saya memutuskan untuk menyimpulkan bahwa saya tidak harus paham apa alasannya, tapi dengan selera yang saya punya, saya cukup untuk menikmati segala yang ada.

Dunia itu dua suara, dan anda harus coba mendengarkan semuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar