Dunia itu dua suara, tersurat dengan banyak pena kekuasaan

Minggu, 27 Maret 2011

Ekonomi Sampai Mati

Ekonomi menjadi sebuah bahasan dunia, setiap harinya!


Tentu dengan kalimat yang saya pampangkan di atas ini, Anda dapat mengerti sedikit banyak mengenai ekonomi. Koran apa yang tidak memiliki rubik ekonomi? Berapa kali headline koran-koran internasional dihiasi bahasan ekonomi? Apa yang sering menjadi penyebab perdebatan hingga peperangan di dunia ini selain uang, yang notabene aset bahasan utama dalam ekonomi? Ekonomi, ekonomi sampai mati....


Ekonomi pada dasarnya merupakan ilmu yang mengajari bagaimana seharusnya manusia berinteraksi, bersikap, dan mengambil keputusan sesuai dengan apa-apa yang menjadi batasan dirinya dalam memenuhi kebutuhan yang tentu dibutuhkannya. Paham pemuasan diri dan efesiensi serta efektifitas merupakan hal-hal sakral yang patut dipahami dan diterapkan seorang ekonom.


Dunia berbicara dengan lantang mengenai segala permasalahan, lalu manusia berteriak saling menyalahkan keadaan. Kisruh timbul sebagai efek domino kegoncangan, dan selain hari kiamat, mungkin hal ini hanya dapat disebabkan oleh sebuah permasalahan yang menyeret apa yang saya maksud 'ekonomi'.


Dahulu, Adam Smith mengemukakan sistem perekonomian kapitalisme, sesuatu yang sepertinya tidak menjadi jalan keluar yang baik saat ini, namun tiliklah pola pikir kritis seperti, "Kenapa Dia berfikir sebuah sistem kapitalisme?"


Jawabannya mungkin hanya satu, kemakmuran dan kesejahteraan. Ekonomi mengajarkan kita untuk selalu meraih profit dari setiap tindakan, bahkan setidaknya meminimalisasi kerugian tak mungkin lagi dielakkan dari garis kehidupan. Kehidupan anda, sampai mati, bukan?


Ekonomi terkadang memiliki citra sebagai sesuatu yang mudah dipelajari dan diperbincangkan. Para engineer mungkin berkesempatan dan masih memiliki peluang dipercaya untuk berbicara banyak mengenai ekonomi, walau dia bukan seorang ekonom sejati. Contoh? Bagi kalian yang tidak tahu,Googling untuk cari biografi Menteri Koordinator Perekonomian kita saat ini.


Namun, apakah ada seorang ahli ekonomi yang berbicara banyak mengenai dunia teknik atauengineering? Saya rasa, tidak. Tolong ingatkan saya bila memang ada yang berbicara lantang dalam tingkat nasional ataupun internasional soal ini, tapi saya rasa tidak ada. Lalu, apakah ekonomi lantas dicampakkan dan dianggap 'dunia ketiga'?


Hingga saat ini saya yakin, pendidikan adalah proses pembentukan pola pikir serta kepribadian. Mayor yang Anda ambil dan jalani adalah sebuah media yang secara tidak langsung membentuk sebuah pribadi dan pola pikir. Sosial terkadang sering dinomorduakan, dan saya pernah memiliki pandangan bahwa sosial adalah ilmu mudah.


Seiring waktu, mungkin penggunakan kata deskreiptif 'mudah' disini kurang tepat, tapi lebih diwakilkan oleh 'luas'. Pola pikir anak IPA biasanya lebih luas, walau itu kembali pada setiap individu yang ada. Tapi, coba tilik lebih dalam, apa yang dipelajari anak IPA?


Kedokteran mungkin membutuhkan otak cemerlang, tapi social-responsibillity lebih utama disini. Blunder dunia terjadi ketika rumah sakit telah sebegitu komersilnya dalam mencari keuntungan dari pasien yang membutuhkan. Lho, bukankan ekonomi mengajarkan untuk meraup profit sebanyak-banyaknya? Benar, tapi profit tidak melulu soal uang, melainkan kepuasan dan kesejahteraan. Puaskah bila pasien,dying, tapi diajak berbincang soal uang di muka? Mungkin sang perawat bisa ikut masuk rumah sakit.Ekonomi berbicara tentang uang, tapi uang bukanlah ekonomi.


Beberapa mayor teknik sekarang ini mempelajari ekonomi dalam studinya. Pertanyaannya, jika ekonomi berasal dari 'dunia ketiga', mengapa teknik mengadopsi ilmu kita?


Sedikit masih ada rasa ingin menggugat dalam diri, ketika beberapa rekan berkata bahwa meraih IP di dunia teknik susah, dan IP di ekonomi itu mudah. "Malu lu Sal kalo sampe dibawah 3 sih..", begitu ujar seorang rekan dari universitas yang berbeda. "Terus lo merasa bangga kalo IP lo sekitaran dua-koma-beberapa dengan notabene lo anak teknik?". "Ya teknik kan susah kali...".


Rasional yang ada dalam benak saya sih, "Teknik yang sulit atau lo yang ga cocok di teknik sih?"


Lepas dari perbincangan itu semua, ekonomi adalah bahasan hingga mati nanti. Ekonomi ada dalam darah setiap manusia, di dompet mahasiswa, dan tentunya di benak setiap pemimpin dunia. Kesejahteraan dan kebahagiaan adalah tujuan utama dalam kehidupan, dan ilmu ekonomi memberikan rumusan.


Ekonomi, ekonomi sampai mati...

Kamis, 24 Maret 2011

Get One, Get Thousand

Online sepertinya telah begitu rekat dengan kehidupan manusia urban jaman sekarang. Hingga ke pelosok pun sepertinya telah tidak asing lagi dengan apa yang dimaksud dari kata'online'. Online yang diartikan oleh Wikipedia sebagai 'terkoneksi' menjabarkan sebuah situasi dimana anda terhubung antara satu dengan dunia ketiga, dunia maya.


Dunia maya. Sebenarnya saya kurang setuju atas penyematan kata 'maya' karena menurut saya dunia ketiga ini benar adanya dan berupa fakta. Bagaimana bisa sebuah fenomena yang mem-booming di abad 21 ini, yang terjamah hampir oleh 2 milyar pasang mata manusia, disebut sesuatu yang maya? padahal dunia ketiga ini dibuat oleh manusia, dan diisi oleh manusia. Manusia merupakan fakta yang merancang sebuah 'dunia', tentu 'dunia' itu fakta bukan?


Kembali menyeret kata 'online'. Koneksi yang ada membuat kita semua dapat berhubungan satu dengan lainnya. Sebuah hal yang biasa, bila kita tidak menyadari segala kemudahan dan kemurahan yang tersedia. Indonesia, sebuah negara yang dihuni oleh makhluk makhluk latah akan perkembangan teknologi yang ada, adalah pasar yang empuk untuk investasi teknologi beserta pengembangannya. Kebiasaan masyarakat Indonesia yang cenderung berkampanye untuk hemat namun hedonistik pada faktanya, membuat pasar teknologi berkembang pesat di negara ini.


Mungkin setelah membaca paragraf diatas, anda berfikir bahwa tulisan ini mengarah pada kemajuan teknologi dan segala efeknya. Namun saya hendak mengajak anda semua untuk menyadari segala hal yang bagi sebagian kalangan merupakan sesuatu yang menjijikan, tapi menguntungkan bagi kalangan lainnya.


Dunia ketiga hidup dengan akses akses yang dilakukan oleh manusia manusia layar kaca. Fenomena yang menjadikan Saykoji meraup harta atas karya lagunya yang berjudul 'Online'. Perlukah ia bersyukur? Jelas, karena dia menggunakan asas pemanfaatan.


Lalu, apa yang patut disyukuri oleh kita, yang notabene bukanlah seorang Saykoji?


Paham saya mengatakan bahwa terkadang jarak bukanlah sebuah masalah besar ketika komunikasi hadir diantaranya. Jelas akan menjadi hal yang berbeda antara 'jauh' dan 'dekat', tapi bukan sebuah masalah dalam level berat.


Yang saya rasakan, adalah rasa senang ketika bisa mengetahui perkembangan kehidupan banyak teman. Saya juga merasa senang ketika bisa berdialog empat mata dan bercerita walau harus lewat layar kaca. Saya juga merasa senang ketika bisa membuka dunia, walau belum pernah ada disana. Senangkah anda?


Saya menyadari ketika begitu mudahnya keep-in-touch dengan mereka mereka yang begitu jauh dari saya, selama ada suatu rutinitas yang sama, online. Ketika anda jauh, tidak selamanya jarak membunuh. Ketika anda dekat, tidak selamana jarak membuat kita rekat. Sesuatu yang luar biasa bila dapat berbagi info, suka, duka, hingga gossip dengan mereka yang tidak di dekat kita. Lahirnya rasa 'memiliki' dan 'dekat' membuat semua mudah dan nikmat.


Apa yang dikenal sebagai dunia maya memberikan kita, khususnya saya, sebuah dunia nyata dari sudut pandang berbeda. Memang tidak akan pernah sama, namun tolok ukur yang ada membuat manusia terus mengembangkan teknologi hingga mencapai level 'dunia fakta'


Get One, Get Thousand.

Selasa, 01 Maret 2011

Resolusi Negara: Satu, Pendidikan!

Terkadang, hal yang akan saya kemukakan dalam tulisan ini mungkin akan anda rasa sebagai sebuah ke-lebay-an atau sesuatu yang dibesar-besarkan, namun percayalah hal ini sebenarnya besar dan tersepelekan oleh keadaan dan paradigma kolot bangsa kita.


Sebuah negara pada teorinya harus menyandarkan banyak bagian diri pada sektor pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan, khususnya, dirancang dengan strategi dan memiliki prospek dalam jangka waktu yang (seharusnya) lama.


Namun, pada kenyataannya sistem pendidikan di Indonesia acap kali berubah-ubah sesuai dengan kehidupan politik bangsa setiap lima tahun sekali. Silih datang dan perginya menteri sebenarnya bukan masalah yang harus berlarut-larut, itu apabila kebijakan yang diterapkan bersifat matang dan, sekali lagi, seharusnya untuk jangka waktu yang lama.


Sebagian khalayak mungkin berpendapat bahwa hal seperti ini adalah wajar, mengingat Indonesia masih melangkah dalam taraf developing country. Namun, apa kita harus terus terkurung dalam paradigma selayak itu?


Pendidikan adalah hal yang mutlak harus dilaksanakan dengan strategi dan manajerial proses aktif dan pasif. Maksudnya, pendidikan seharusnya bukanlah hal yang sewajarnya di rombak fondasi dan struktur setiap tahunnya. Indonesia mengenalkan begitu banyak wacana dalam dunia pendidikan ini dan keresahan timbul sebagai momok bagi para pelajar.


Pribadi saya dapat bercerita dimana saya begitu banyak merasakan wacana wacana dalam penyelenggaraan ujian negara yang berlabelkan 'lulus' bagi para peserta ujian. SMP terbit wacana akan disertakannya mata pelajaran sains dan ilmu pengetahuan alam dalam ujian nasional, walaupun wacana itu berhasil diterapkan satu tahun kemudian hingga saat ini. SMA, sekarang ini, dihadapkan pada wacana akan disertakannya mata pelajaran agama dan kewarganegaraan sebagai salah satu komponen ujian nasional.


Mari berhitung. Setidaknya, SMA membutuhkan waktu selama tiga tahun dalam proses belajar mengajar. Lalu, apa yang terjadi dalam lima tahun terakhir ini? Diatas telah saya jabarkan adanya dua wacana yang dicanangkan oleh pemerintah. Ingat, jangan juga lupakan wacana wacana lain yang membahas akan dihapusnya pelaksanaan ujian nasional, penghapusan snmptn, penghapusan ujian mandiri masuk perguruan tinggi negeri, pengalih-fungsian ujian nasional sebagai standar masuk perguruan tinggi, perubahan jumlah paket ujian nasional, dan lain sebagainya.


Waktu segera bergulir ke bulan Maret, dimana ujian semakin dekat dan media massa makin 'rajin' meng-ekspos segala sesuatu akan wacana wacana dalam sistem pendidikan bangsa ini. Memang belum begitu terlihat, tapi setidaknya itulah yang terjadi di tahun tahun sebelumnya.


Sederet hal yang telah dijabarkan diatas, sepantasnya tidak perlu terjadi. Saya menyuarakan apa yang saya rasakan, dan kebanyakan pelajar rasakan. Mengetahui segala regulasi dan 'modernisasi' sistem pendidikan kurang dari satu tahun sebelum ujian dilaksanakan menurut saya bukanlah hal baik yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Melempar wacana, atau mungkin lebih tepatnya 'dilemparkan' oleh media massa nasional kepada khalayak banyak, harus dilakukan lebih berhati hati di kemudian hari.


Entah apa yang ada di benak para politisi dan penganggung aspirasi bangsa ini mengenasi segala yang terjadi. Bukankan lebih baik anggaran negara yang dihabiskan untuk operasional pengadaan rapat pembahasan wacana yang terus ada setiap tahunnya dianggarkan pada sektor pendidikan lainnya? Contoh, pembangunan sarana pendidikan yang memadai dan merata. Sebuah contoh positif dan langkah yang kongkret.


Simpulannya, mematangkan yang satu akan lebih baik dari melemparkan seribu satu wacana baru yang tidak tentu. Setuju?

Suara

Keberanian itu suara

Tidak berani berbicara itu fatamorgana

Dunia itu dua suara

Ketika asa sudah tak lagi bicara, lahir dunia fana

Fana atau fakta? Entah, mungkin keduanya

Yang jelas ini menjadi inspirasi saya

Ya, dunia ketiga dihadapan layar kaca mesin pengetik kata


Banci berkata?

Tidak, ini hanya sisi lain dari saya

Kita mahasiswa, hidup atas asa, cita, dan cinta

Untuk meraih fakta dari muka dengan suara