Dunia itu dua suara, tersurat dengan banyak pena kekuasaan

Jumat, 29 Juli 2011

Flow

Apa yang membuatmu betah melakukan suatu rutinitas? Profesionalisme? Gengsi? Tuntutan beberapa pihak? Atau mungkin kebutuhan hidup? Well, semua orang tentunya memiliki jawaban yang berbeda, karena kehidupan yang dijalani oleh setiap individu selalu berbeda. Mungkin saja serupa, tapi tetap saja kata 'serupa' tidak dapat di definisikan sebagaimana kata 'sama'.


Jika saya boleh bertanya, maka menurut anda darimanakah rasa jenuh akan sesuatu itu datang?


Okay, saya bukan ahli bahasa Indonesia yang juara, maka mari kita samakan arti dari kata jenuh dan bosan hanya di dalam notes ini, selanjutnya silahkan buka kamus besar bahasa kita yang tebalnya sangat jumawa.


Terkadang beberapa orang mendapatkan kehidupannya tidak dengan sebuah rutinitas, namun sebagian besar melakukan rutinitas untuk memperoleh apa yang di inginkannya. Benarkah? Ya, melakukan sesuatu yang berulang setiap harinya, dengan tujuan yang sama, bahkan mungkin dengan misi yang tidak diinovasi dari waktu ke waktu adalah contoh dari sebuah rutinitas. Contoh riil? Menurut Anda, apakah memasak dan makan ketupat saat hari raya Idulfitri adalah sebuah rutinitas tahunan? Sebagian dari Anda mungkin menjawab ya, dimana sebagian lagi menjawab, "Itu sih adat lah!".


Kedua jawaban tersebut mumpuni untuk menjawab pertanyaan yang ada, dan tidak ada keraguan akan itu. Namun, terlepas dari rutinitas atau bukan, apakah anda tidak bosan jika melakukan sesuatu tanpa adanya perubahan?


Sejauh saya mempelajari ilmu ekonomi, salah satu kurva-kurva yang menarik bagi paradigma saya mengenai kehidupan ialah The Law of Diminishing. Hukum ini menjelaskan berbagai hal, misalnyadiminishing of marginal utility, atau mungkin diminishing of marginal product. Ditilik dari arti katanya,diminishing mewakili arti 'adanya pengurangan dari suatu variabel yang diamati'. Hal menarik yang patut dicermati adalah, pengurangan pengurangan yang ada selalu terjadi manakala suatu faktor penentu variabel tersebut telah berada pada titik puncak, sehingga input dan output tidak akan seimbang dengan sama ekspektasi semula dan hasil-hasil sebelumnya.


Sekarang bagaimana bila kita buat studi kasus ini dalam kehidupan keseharian manusia. Pertama, ubah kata 'puncak' menjadi 'titik jenuh', lalu kata 'rutinitas' menggantikan 'suatu faktor penentu variabel tersebut'. Asumsinya, variabel yang diukur adalah 'kesenangan'. Got It? Ubah juga kata 'input' menjadi 'usaha' dan 'output' menjadi 'kesenangan'


Bagaimana redaksi kalimatnya?


Bahkan dengan seyakin-yakinnya saya dapat mengatakan bahwa bagi orang yang loyal sekalipun, sesuatu yang rutin dan telah berlebihan pasti akan menurunkan 'gairah' untuk melakukan hal itu lagi di esok harinya, bahkan mungkin tahun berikutnya! (Ya bayangin aja kalo tiap lebaran nyamperin engkong terus disuguhin ketupat dengan rasa yang sama, meja makan yang sama, orang-orang yang sama, serta isi acara yang sama?)


Flow. Bila saya dapat ciptakan teori The Flow of Spirits and Willingness, mungkin David Ricardo dan Karl Marx akan menertawakan gelar S.E yang insyaallah akan saya peroleh beberapa tahun kedepan karena flow ini juga salah satu yang bersifat diminishing.


Rutinitas tentunya tidak bisa dihindari, tapi wajib untuk diakali. Pengaturan flow adalah salah satu kunci untuk menyelesaikan hal ini. Tentunya disadari atau tidak, inilah yang mendasari sebagian besar manusia berpikir untuk menyisipkan games di tengah-tengah seminar padat karya, membuat janji baju lebaran sewarna untuk satu keluarga besar dan berbeda warna setiap tahunnya (sehingga album foto lebaran keluarga pasti udah kaya pallet cat lukis), atau mungkin menggunakan jatah bolos bagi para mahasiswa karena merasa absensinya masih cukup untuk ikut serta dalam ujian akhir.


Hal-hal baik di luar rutinitas tentunya adalah sesuatu yang terkadang diharapkan. Itulah salah satu alasan mengapa surprise selalu menjadi hal yang menarik dan menyenangkan, walaupun pada hari ulang tahun anda tidak mendapat kue apapun tetapi pulang dengan badan bau comberan. Semua tetap menyenangkan dan berkesan.


Jadi, let it flow and keep up the good flow!

Sabtu, 09 Juli 2011

Alasan (dan Pertanyaan)

Sedikit-sedikit, orang selalu bertanya mengenai alasan atas setiap keputusan yang diambil. Entah itu oleh dirinya sendiri maupun pihak lain. Yang jelas, menurut saya hal ini bersifat sungguh manusiawi, dan sudah menjadi hal lumrah (bahkan sangat lumrah) mendengar, "Kenapa?" atau "Jelasin coba sama gue..." dalam setiap kesempatan yang berbau adanya kebutuhan unsur-unsur penjelasan. Ya, pihak penanya mengejar apa yang dinamakan 'alasan'.


Dalam ilmu manajemen, dijelaskan bahwa sesuatu yang dibutuhkan setiap manusia agar termotivasi dengan sempurna ialah 'kebutuhan'. Artinya, kebutuhan manusia itulah yang menjadi alasan dari apa-apa yang mereka lakukan. Simpelnya, alasan mengapa ayahmu pergi gelap dan pulang gelap pasti salah satunya untuk dapat membayar biaya semesteran kuliahmu.


Sebenarnya saya sendiri bingung, kenapa alasan selalu menjadi faktor penting dari setiap keputusan. Menurut Anda, mengapa? Entah, saya yakin pastinya setiap kalangan memiliki definisi tersendiri mengingat pertanyaan ini bukanlah sesuatu yang eksak. Definisi akan hal hal kecil seringkali lahir dari dalam diri secara spontan dan dipengaruhi oleh kata hati dan perasaan. Betul?


Contoh dari dunia remaja? Hmmmm, mari ilustrasikan dalam diri anda....


Ada dua orang remaja yang memiliki keterkaitan cinta (yaaaa, cinta monkey juga gapapa asal mereka pacaran). Lalu, bayangkan mereka putus secara sepihak (misal si pihak pria memutuskan hubungan tiba-tiba). Tebak kelanjutannya, pasti pihak wanita akan bertanya-tanya kan atas keputusan yang ada? Jelas cuma satu yang dikejar, alasan.


Bila di runut ulang sesuai imajinasi dari setiap individu yang membaca tulisan ini, terutama anda yang sekarnang sedang membaca dengan bosan, mungkin aje si cowo itu selingkuh, atau mergokin cewe nya main api kemarin malamnya, mungkin kan? Yaaaa, apapun itu, tentu memiliki alasan. Sulit untuk melakukan sesuatu hal tanpa sebuah alasan.


Yang sebenarnya jadi masalah, seberapa pentingnya sih mempertanyakan sebuah alasan untuk setiap keputusan? Ok, jelas setiap yang diperbuat oleh manusia pasti memiliki alasan. Dalam kasus percintaan diatas, saya sendiri setuju bahwa adanya keharusan untuk menjelaskan alasan, karena hal ini berhubungan antara dua pihak dan harus diselesaikan dengan bijak. Namun, apakah benar bahwa setiap keadaan memerlukan penjelasan alasan?


Semakin dewasa, sewajarnya anda dapat menjawab berbagai pertanyaan yang lahir dalam benak tanpa perlu banyak bertanya, tapi melalui intuisi, membaca raut wajah, perilaku, cara tutur kata, dan lain sebagainya.


Seseorang pernah berkata, 'Segala pertanyaan pada akhirnya akan terjawab sendiri oleh si pemilik pertanyaan'. Entah mungkin saya yang salah tafsir atau bagaimana, tapi yang saya tangkap ialah 'Pada akhirnya sang pemilik pertanyaanlah yang berhak menentukan jawaban mana yang akan disetujui olehnya'. Got this? Selalu lahir banyak jawaban dari sebuah pertanyaan simpel, dan hanya sang pemilik pertanyaan yang berhak memilih jawaban mana yang ia kehendaki dan dirasa memuaskan sel-sel pemikir dalam otak.


Di sisi lain, seperti tulisan saya terdahulu yang berjudul Otak dan Hati, Sugesti dan Sinergi, jangan lupa bahwa dasar kehidupan manusia berasal dari logika dan perasaan, dua hal berbeda yang harus senantiasa berjalan beriringan dalam berbagai macam keadaan. Terkadang, perasaan dapat menentukan sesuatu tanpa sebuah alasan. Sebaliknya, logika selalu mencari sebuah alasan sebelum memutuskan sesuatu dalam sebuah keadaan.


Seorang wanita pernah berkata, 'Love has no reason'. Ada benarnya saya pikir, karena terkadang anda tidak dapat menjelaskan abstraksi perasaan anda karena memang ada hal-hal yang sungguh abstrak untuk diungkapkan dengan kata-kata. Inilah yang dinamakan perasaan, dan anda tidak selalu menemukan alasan dalam setiap perkara mengenai perasaan.


Jadi, masihkah anda merasa bahwa mempertanyakan setiap alasan adalah sebuah keharusan? Ataukah sekarang anda mulai berpikir bahwa beberapa pertanyaan tidak memerlukan alasan? Yang benar adalah setiap perbuatan pasti memiliki alasan, namun tidak setiap alasan perlu dipertanyakan.