Dunia itu dua suara, tersurat dengan banyak pena kekuasaan

Sabtu, 31 Juli 2010

Otak dan Hati, Sugesti dan Sinergi


Otak, bagian lembek yang bagi sebagian orang terlihat menjijkan ini menduduki posisi sentral dalam kehidupan kita. Tanpa otak, sepertinya manusia tidak akan bisa hidup. Toh, yang ber-otak tapi tidak menggunakan otaknya dengan baik pun seringkali menyianyiakan waktu dalam hidupnya untuk hal-hal yang tidak bersifat meng-unggul-kan diri sendiri maupun orang lain.

Dalam otak, kita menyimpan beragam macam pikiran dan ingatan-ingatan. Sebagian diantaranya tentu saja berisi tujuan tujuan dalam hidup, target yang harus dicapai dalam sekian tahun, konstruksi kehidupan anda dalam jangka panjang, dan rencana-rencana lainnya yang (menurut saya) bersifat egoistis dan penuh ambisi kemenangan.

Lalu, bagaimana dengan hati?

Hati, yang dalam biologi dikatakan sebagai organ penetralisir racun dalam tubuh, sering di katakan sebagai sentral dari kehidupan. Hati yang berarti liver dalam bahasa indonesia dan Heart yang berarti jantung dalam bahasa inggris, memiliki fungsi yang berbeda. Tapi perasaan hati atau heart-feeling memiliki arti yang sama dalam aspek 'kejiwaan'

Kedua hal ini berfungsi kooperatif dalam membentuk pikiran-pikiran dalam setiap aktivitas kehidupan kita. Takaran 50 : 50 untuk hati dan otak adalah hal yang sangat ideal bagi setiap ide yang muncul untuk diwujudkan dalam kehidupan manusia.
Plan yang terbuat dari keseimbangan pemikiran manusia akan menghasilkan sebuah masterpiece yang siap untuk dikonsumsi.

Pertanyaannya, mudahkah menakar 50 : 50 antara hati (perasaan) dan otak (logika) dalam setiap
masterpiece yang akan anda luncurkan setiap harinya?

Otak manusia bekerja atas dua kata yang berarti besar, yaitu sinergi dan perulangan. Otak akan menghasilkan sebuah karya maksimal apabila telah terjalinnya sinergi (keselarasan) antara otak kiri dan kanan, dan telah dilakukannya perulangan akan bahan-bahan yang akan anda jadikan acuan untuk berpikir sehingga kepahaman akan sebuah ide itu meningkat.

Hati? Tidak memerlukan dua, atau bahkan satupun kata yang berarti besar!

Hati yang menghasilkan berbagai macam perasaan tidak membentuk suatu karya yang fenomenal berdasarkan sinergi dan perlangan,
melainkan berdasarkan kegiatan yang baru saja dilalui, masa lalu yang berarti, dan juga tujuan yang hampir sempurna dalam otak anda.

Contoh, pikirkan betapa bahagianya seorang calon pengantin wanita membayangkan pesta pernikahannya pada minggu selanjutnya, lalu bandingkan dengan perasaan seseorang yang ditinggal mati oleh calon suami/istrinya disaat pesta pernikahan mereka akan terlaksana dalam hitungan hari?

Prinsip otak yang selalu menciptakan karya setelah terlaksananya proses sinergi dan perulangan, seringkali terbentur oleh aktivitas hati dengan produknya yang berupa 'mood' atau 'perasaan'.

Beberapa hari terakhir, aktivitas saya di jejaring sosial Facebook dan Twitter mengisnpirasi saya utnuk mebuat notes ini, tentang pikiran yang tercipta dari logika dan perasaan.

Seringnya orang mengekspos kesedihan dalam bentuk kata-kata pada jejaring sosial menurut saya adalah seburuk-buruknya hal yang dilakukan orang yang sedang sedih.

Tentu, semua itu bergantung pada setiap individu. Apakah mereka orang yang melankolis, atau sanguinis? Sanguinis pun berhak untuk merasakan kesedihan, dan mungkin aktivitas 'buruk' tidak akan bergitu berdampak besar akan kebesaran hatinya, mungkin akan menjadi bahan lelucon yang asyik.

Namun, apa jadinya untuk orang yang melankolis? Sesuai prinsip kerja otak, sinergi dan perulangan. Semakin anda banyak mengulang dan bersinergi, maka ide dan sugesti itu akan semakin menancap kuat dalam pikiran anda, tanpa intervensi dari logika dan perasaan sekalipun!

ReTweet dalam Twitter oleh rekan-rekan anda akan membuat anda semakin sering membaca tulisan anda sendiri, walau pada akhirnya mungkin akan hilang karena terbatasnya jumlah huruf. Comment dan Post Wall dalam Facebook dari rekan-rekan anda pun bersifat sama dengan jejaring Twitter, membuat anda semakin sering mengulang kata kata negatif anda, karena perilaku sinergis anda terhadap berbagai macam pihak!

Orang bijak sering berkata, jangan pernah men-sugesti-kan sesuatu yang buruk agar hal itu tidak benar-benar terjadi.

Sialnya, seringkali sugesti itu akan terbentuk kuat seiring perilaku pikiran anda.

Bersyukurlah bila anda selalu menulis sesuatu yang positif dengan tanggapan yang positif pula, sehingga hasil dari ide-ide yang anda punya benar-benar merupakan masterpiece yang bernilai.

Note ini dibuat tanpa maksud mengurangi emansipasi saya terhadap peran hati dalam pikiran-pikiran anda. Hanya saja, akhir-akhir ini peran hati kerap kali terlihat lebih menonjol dalam jejaring sosial. Mohon maaf atas segala kekurangannya, terima kasih bila anda ikut membantu memberikan saran dan komentar yang membangun pada note ini.

Inspired by : Tony Buzan - Buku Pintar Mind Map

Your Life, Your Choice

Hidup itu pilihan

Wih kayaknya basi banget deh yang udah 2010 masih aja pake kalimat kaya gitu. Bagi sebagian kalangan, mungkin udah enggak banget deh kalimat kaya gitu. Rasanya dalam hati ingin ngedumel
'Buset gak usah dikasihtau juga udah tau itumah!'

Tapi, bagi sebagian kalangan lagi -bahkan juga orang orang yang ngedumel bila diberitahu- kalimat itu hanya sekedar kalimat. Ya, kalimat hanya kalimat. Maksudnya, kalimat kosong tanpa arti, atau mungkin lebih jelasnya ialah kalimat yang pada dasarnya kita mengerti, tapi entah kenapa luput dan tidak kita lakukan dengan baik dalam beberapa kesempatan hidup, yang mana hidup hanya satu kali di dunia ini.

Lakukan apa? Lakukan proses pemilihan suatu jalan hidup yang akan ditempuh, diarungi, atau disikat juga boleh.

Dalam banyak kesempatan, proses-proses pemilihan itu seringkali direcoki oleh banyak faktor selain diri anda sendiri. Contoh, orangtua. Lalu setelah itu ada keluarga, pacar, teman-teman, bahkan ustad pun terkadang nimbrung dalam masalah ini. Berbagai macam posisi orang yang telah disebutkan diatas inilah yang terkadang memberi inspirasi, atau bahkan mengacaukan isi hati anda.

Mengapa?

Disadari atau tidak, seberapapun bodohnya anda, bagi anda yang masih punya hati maka pasti masih memiliki keinginan, apapun itu! Entah besar atau kecil, saya tidak bicarakan itu dan percayalah, anda tidak akan pernah peduli seberapa besarnya persentase seluruh keinginan keinginan yang ada dalam hati dan pikiran anda.
Yang ada hanya satu : Bagaimana itu terwujud.

Dalam masa perwujudan keinginan anda itulah (atau mungkin sebelum anda mulai berusaha mewujudkan itu semua) berbagai masukan datang menyemut dan hinggap merasuki hati dan pikiran anda. Sebagian mendukung, dan sebagian merusak pilihan (keinginan) anda. Ingat, tidak semua proses perusakan keinginan itu menghasilkan pilihan yang lebih baik. Beberapa faktor hanya datang untuk merusak secara total tanpa memberi inspirasi pengganti.

Oleh karena itu, tetapkan pilihan sesuai apa yang ada dalam diri anda. Jangan biarkan diri anda menolak mentah mentah segala masukan yang hadir kedepan muka anda. Biarkan semua itu menyemut, lalu tentukan,
'Adakah yang harus saya pilih untuk tetap hinggap dan menjadi inspirasi saya?'

Jika ada, maka ambillah! Entah lebih baik anda leburkan ide baru itu dengan ide lama anda agar menjadi sebuah formula super yang membahagiakan anda, atau mungkin mengambil ide baru tersebut sepenuhnya, dan membuang ide lama yang telah anda miliki. Keduanya sama baiknya asal dilakukan pertimbangan secara cermat terlebih dahulu.

Your life, your choice. Hidupmu, piihanmu. Apa yang menjadi kesimpulan terakhir adalah segala yang harus menjadi pilihan dirimu.
Membohongi nurani adalah pekerjaan paling melelahkan dan meresahkan, maka jangan pernah lakukan itu.

Selasa, 13 Juli 2010

Sukses 2 (Puas)


Sebelumnya, semoga anda yang hendak memulai membaca note saya kali ini telah membaca note saya yang berjudul Sukses (http://www.facebook.com/profile.php?id=1458466156&v=app_2347471856#!/note.php?note_id=397671532540) atau di halaman blog ini yang berjudul 'Sukses'. Belum baca juga tidak apa sih, hanyasaja dengan telah membaca note itu, anda dapat melakukan komparasi dengan note yang saya tulis dibawah ini. Selamat membaca khotbah!

Ketika kata 'Sukses' mem-booming di berbagai belahan dunia, entah dunia nyata, dunia maya, atau mungkin dunia gaib, tidak seorang pun dapat mendefinisikan dengan pasti apa yang dimaksud dari kata sukses tersebut. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer pun hanya mengartikan kata sukses sebagai 'berhasil' dan 'beruntung'.

Setiap hari, nasihat dari orang tua seakan telah menjadi pelengkap setiap makan malam di rumah saya, yang mana hampir setahun belakangan ini berisikan nasihat untuk sukses dalam hidup dimasa yang akan datang. Ya, kata sukses itu selalu sayang dengar dari orangtua saya setiap malamnya walaupun bahasan yang mereka nasihatkan pada saya terkadang berbeda jalan cerita.

Sebagai contoh, kemarin saya memakan nasihat mengenai kuliah. Lalu hari ini saya memakan nasihat mengenai kehidupan berumah tangga kelak. Lalu hari hari berikutnya saya memakan nasihat mengenai agama, rezeki dalam keluarga, bahkan wanita. Semua bahasan berbeda tersebut tidak selamanya berkaitan antara satu dengan lainnya. Tetapi, kata sukses itu selalu ada dalam setiap makan malam saya.

"Success is a journey, not a destination." - Ben Sweetland

Menilik dari kalimat diatas, saya pikir itu ada benarnya. Usaha dan perjalanan dalam membentuk kehidupa n adalah salah satu nikmat untuk menikmati sukses yang akan dilahirkan kelak. Tapi, jika tidak menjadi tujuan, lalu apa tujuan itu sebenarnya?

Ustad pasti bilang, tujuannya masuk surga. Pedagang kaya bilang, tujuannya untung banyak beras laris manis. Gayus bilang, tujuannya gak ketahuan nilep duit rakyat walau akhirnya ketangkep juga. Suami bilang, tujuannya agar istri puas. Anak SMA bilang, tujuannya masuk UI ITB UGM UNPAD UNDIP UNS UNBRAW dan lain lain.

Ya, pada akhirnya segala tujuan itu bergantung pada setiap individu. Anehnya, semua tujuan bertujuan untuk sukses, tapi tujuannya beda-beda. Berarti, sukses adalah sebuah kata yang memiliki makna begitu luas dalam hidup.

Maka, kata 'Puas' adalah jawabannya.

Bapak saya bilang, harga diri laki laki terletak pada kemapanannya. Sepenuhnya benar dan saya tidak meragukannya sedikitpun. Laki laki sebagai pemimpin keluarga, maka mapan sudah harus menjadi tujuan hidupnya. Tapi, apakah sebuah keluarga tersebut dapat terbangun dengan baik apabila ada ketidakpuasan dalam berbagai hal di dalam lingkup keluarga itu? Saya pikir tidak.

Pernah mendengar atau melihat kehidupan seorang ustad yang pada kesehariannya 24/7 mengurus agamanya dan mesjid di sekitar rumahnya? Dalam cerita-cerita yang ada, sebagian dari mereka ada yang membuat lahirnya ketidakpuasan dalam keluarganya. Misal, terlantarnya keluarga karena kurang mapannya kehidupan mereka.

Lalu, bagaimana kehidupan seorang bussinessman kaya raya (bayangkanlah sosok Bento dalam lagu Iwan Fals) yang punya segalanya, kecuali agama dan keluarga? Saya pikir dia tidak puas dengan hidupnya.

Atau mungkin sosok Ariel Peterpen yang dalam konteks ini puas (katanya) meniduri puluhan artis nasional. Tapi apa ini sukses?

Sukses dipersempit dengan kata Puas. Ketika anda merasa puas, maka sukses ada ditangan anda. Apapun jadinya anda! Puas juga berarti kebahagiaan. Sukses? Terlalu rancu untuk diartikan sebagai kebahagiaan.

Segala kekurangan yang ada dalam diri anda, segala sesuatu yang menurut orang lain belum (atau bahkan tidak) sukses, bila ada kepuasan dan ucapan syukur disana, insyaallah menjadi jalan yang baik dan itulah sukses untuk anda.

Puas dalam hidup, bahagia dalam perjalanannya, maka sukses telah diraihnya.

When Apple and Blackberry Were Just Fruits


Saya pernah membaca status facebook seseorang yang bertuliskan 'life is much easier when apple and blackberry were just fruits'. Siapa yang setuju?

Pada dasarnya saya tidak bisa menilai secara bijak sepenuhnya karena saya bukanlah seorang pengguna Blackberry. Adapun produk Apple yang saya miliki adalah IPod, yang tidak memiliki kemampuan untuk koneksi pada pasar maya sosial.

Dalam sudut pandang saya, teknologi memang sangat berperan dalam penyempitan kehidupan dan mendekatkan segalanya, bahkan yang tidak diharapkan untuk dekat.

Seorang rekan pernah mengeluhkan adanya fitur sebuah jejaring sosial yang dapat selalu meng-update posisi dimana dia berada (tepatnya posisi blackberry nya). Walau ada opsi untuk mematikan fitur tersebut, itu hanya membuat pertanyaan besar bagi pacarnya yang berada belasan kilometer dari posisi dimana dia berada. Mungkin rasanya seperti dilacak di medan perang ya, karena di sms-in bawel sama pacar aja setengah mati gila-nya.

"Kamu dimana, dengan siapa, semalam berbuat apa" ----> kata Andika Kangen 'Alay' Band

Mungkin problema yang ada juga didasari pada para objek yang ada, setuju?

David Beckham yang katanya jauh lebih pintar dari Posh diberitakan membantu anak anaknya mengerjakan PR dirumahnya di Los Angeles, ketika David bermain untuk AC Milan, dengan Skype. Tentunya Victoria sangat senang dengan hal ini. Teknologi mendekatkan peran ayah yang ribuan kilometer jauhnya.

Teknologi pada hal lain juga memudahkan para remaja untuk melakukan pendekatan pada pujaan hatinya. Benarkah? Ya, karena saya merasakannya sendiri. Walau pada akhirnya saya juga merasakan betapa sulitnya mempertahankan hubungan dan memperluas pertemanan dengan jaringan sosial ini semua.

Menyempitkah hidup dengan teknologi? Secara harfiah tentu tidak, karena membuat semuanya terasa luas, besar, dan ramai. Namun sisi lain menyatakan bahwa ini semua membuat sempitnya ruang pribadi setiap individu. Sempitnya hidup dalam kehidupan.

Kesempatan dan Kemampuan


Sebagian orang bijak berkata bahwa hanya kesempatan yang membedakan kita semua. Benarkah? Lalu apa peran kemampuan dalam segala perjuangan yang kita pertaruhkan?

Segelintir orang bijak pula berkata bahwa kesempatan itu harus diciptakan. Percayakah anda?

Menurut saya, kesempatan memang harus diciptakan, tapi porsi setiap orang terkadang memang berbeda dari yang kuasa. Faktor lainnya ialah pilihan sang pribadi itu sendiri untuk memilih apa yang menjadi kesempatannya, dan kesempatan mana yang harus dia pilih.

Sebelumnya, satu hal yang wajib dipercaya adalah kesempatan terkadang tidak datang untuk dua kali, dan tidak ada aliran waktu yang dapat dihentikan maupun diulang.

Jalan terbijak dan terbaik adalah melakukan sinkronisasi antara kemampuan dan kesempatan, sekecil apapun kesempatan itu. Abaikan ego dan gengsi yang adal asalkan dapat membangun kepercayaan dalam diri anda.

Mario Teguh berkata bahwa mengecilnya kesempatan adalah karena anda tidak melakukan apa yang anda mau lakukan. Pertanyaannya, mengapa anda tidak melakukan apa yang anda ingin lakukan? Atau, mengapa saya telah melakukan tapi tidak mendapat kesempatan? Jawabannya antara peluang dan kemampuan.

Ketika anda percaya bahwa hidup layaknya otak yang dipenuhi milyaran neuron berliku, maka anda percaya bahwa kesempatan itu selalu ada, dan segeralah lakukan sinkronisasi untuk tujuan yang diinginkan.

Namun, percaya atau tidak, sinkronisasi tersebut pun memberikan anda sederet jalan berliku. Ketika anda dihadapkan kepada pilihan untuk melakukan penyatuan kemampuan dengan kesempatan yang lebih baik, maka berhati-hatilah, kegiatan itu dapat membuat mind-map anda meledak dan membuyarkan segala pilihan yang ada.

Sekali lagi, percayalah bahwa menentukan jalan hidup sesuai kemampuan dengan kesempatan yang ada adalah jalan yang terbaik, karena sebagian orang mendapat kesempatan yang kurang dengan kemampuannya, dan sebagian lainnya memiliki kemampuan yang diluar jangkauan kesempatan yang dia miliki.

Optimis, dan tetaplah hidup dengan segala asa yang siap anda tukarkan menjadi mimpi nyata.

Kegagalan, Asa Yang Terbuang Ataukah Pelajaran?


Sebagian dari kami, Rakit Bambu, ataupun sebagian besar dari kalian semua diluar sana pasti pernah mengalami yang namanya kegagalan. Entah, besar atau kecil, saya tidak tanyakan itu. Tapi kegagalan tetaplah kegagalan, asa yang kembali hilang.

Semahal apakah kegagalan itu? Dan seberapa besar efeknya pada sang gagal-man?

Kalau urusan menggapai cita-cita, kemahalannya tiada tara. Walaupun sebagian yang berhasil pun menuntut hal yang ratusan kali lebih mahal secara materi, tetapi kegagalan tetaplah yang termahal dan paling berharga.

Sebagian dari cerita kawan kita, ada yang tidak pernah gagal untuk urusan ini. Sekali coba, dapat angan dan cita nya. Lain dengan saya, serta ratusan kawan lainnya. Lima kali coba pun cita-cita masih urung untuk hinggap ditangan. Ditanya usaha sih, cuma idiot yang ga usaha kalo udah urusan kaya gini. Lalu, rezeki yang belum hinggap?

Sebenarnya tidak ada guna untuk berkeluh kesah mengenai hal ini. Pahala pun mungkin tidak akan ditambah catatannya oleh malaikat. Tapi, spirit adalah nomor satu untuk bertahan hidup setidaknya hingga keluar pengumuman SNMPTN.

Orang yang pernah gagal tentu beruntung dibandingkan orang yang jarang (atau bahkan tidak pernah) mengalami kegagalan. Kenapa? Pengalaman!

Kegagalan membentuk kita menjadi pribadi yang pernah merasa dibawah, terinjak-injak harga dirinya, diselubungi bayang-bayang kesuksesan yang belum menghampiri, dan sebagainya. Yang langsung berhasil? Tidak.

Pada dasarnya, definisi orang yang menderita kegagalan adalah orang yang telah berusaha, punya niat dan berjibaku dengan mulia untuk suatu cita-cita, namun belum dapat meraihnya. Orang yang tidak usaha, ya tidak gagal. Karena ia tidak memiliki asa untuk dipertaruhkan dalam medan perang yang penuh perjuangan.

Selain itu, kegagalan juga mengajarkan lebih pada nilai keagamaan. Pelajaran yang saya kesampingkan tahun ini karena banyak alasan. Kegagalan memberi pelajaran akan betapa sulitnya mengais rezeki dengan usaha yang telah dilakukan. Mengajarkan pula betapa tidak absolutnya Hukum Newton III Action = Reaction.

Mungkin sulit untuk berbicara pada massa yang telah berhasil (atau selalu berhasil), apapun jalan dan caranya. Ketika anda merasa usaha saya lebih darinya, doa saya lebih pula darinya, namun dirinya yang lebih dulu menukar asa dengan cita-cita, janganlah merasa rendah! Apa yang anda dapat, tetaplah pelajaran. Sesuatu yang tidak kalah mahalnya dengan uang yang harus dibayarkan seorang kawan yang lulus dalam ujian. Pelajaran yang tidak akan seorangpun mau membayarnya dengan sengaja untuk mencari kesempatan. Karena Allah lah yang memberi kita kesempatan untuk merasakannya.

Dibalik semua itu tentu ada hal lebih yang dapat dicerna, bukan? Saya bukan seorang pandai, bukan juga seorang yang telah mendapat pelabuhan cita-citanya (insyaallah belum). Tapi saya cuma ingin agar kita semangat bersama, dan meraih kembali asa yang hilang. Karena mimpi yang membuat kita akan terus berjuang, walau harus tahun depan.

Duniaku...

Ketika dunia berputar
jauh.....
jauh? sejauh apa?
tanyakan kepada rumput yang bergoyang? basi, ini 2010!
lalu siapa yang pantas untuk menjawab?
ataukah kita memang tidak pantas untuk bertanya?
entah....

Sayang,
ujarnya, "Putarlah dunia sendiri, sekuat tenaga!"
namun, sepercik asa hilang karena duka.
lalu apa?
Allah jawabannya!

Sukses


Sukses. Satu kata yang bener bener laku setahun belakangan ini. Setiap hari selalu ada kawan saya yang berulang tahun, dan sepertinya selalu terdapat kata 'sukses' dalam ucapan selamat dari kawan lainnya.

"
Happy birthday yaaa, sukses selalu!"

Familiarnya tiada tara, khususnya setahun belakangan ini.

Sebenarnya ada apa dibalik makna 'sukses' yang sering diucapkan? Apa itu mendoakan agar kita senantiasa dilindungi Allah, segera dapat kuliah, atau sekedar basa basi tanpa arti khusus?

Kayaknya, yang udah dapet kuliah juga di doain biar selalu sukses. Dan sukses yang dimaksud sepertinya jauh dari embel embel lain selain kebahagiaan dalam hidup.

Sedikit mengulik dunia perkuliahan, karena saya pun belum punya tempat kuliah, satupun belum, karena satu dibuang dan insyaallah akan tumbuh satu lainnya yang lebih baik.

Ketika seorang rekan yang baru saja menjadi single berkata bahwa UGM adalah universitas nomor satu, dan tentu ia tidak perlu mencari yang lain jika UGM telah ditangan. Sukses?

Dan ketika saya mendenar cerita dari seorang kawan lainnya, yang mengikuti empat kali tes universitas berbeda dan seluruhnya diterima, apa itu juga sukses?

Lalu bagaimana dengan cita-cita menjadi seorang koruptor yang sukses?

Dan juga pilihan seseorang untuk membuang Universitas Indonesia karena jurusan yang menurutnya kurang prospektif? Apa itu membuang kesuksesan?

Menilik seorang awaketum yang menyemangati saya ketika gagal masuk UGM, ia berkata 'slow sal masih banyak jalan menuju sukses! ahahahaha'. Maka saya berpikir bahwa sukses bukanlah di Jogja, tapi di tempat lain juga bisa. Serendah itulah pemikiran saya kala itu.

Sukses memiliki banyak jalan, dan jalan jalan itulah yang harus kita pilih secara cermat dan bijak. Tidak semua orang sukses lahir dari PTN favorit, dan semua orang sukses bila senang hidupnya. Bila anda rangkai kedua kalimat ini dengan Diagram Venn, maka anda tidak akan dapat membentuk irisan diantara keduanya. It means nothing relation between this.

Hidup senang dengan tidak menjadi sampah masyarakat, yang bisa menyebabkan terbuangnya anda dari lingkup masyarakat intelek, adalah jalan terbaik.

Some man just wanna watch the world burned, and you will find them when you face the real world. they are parasitic man.

Text ini disadur dari karangan saya sendiri ketika USM Terpusat ITB 2010 hari pertama. Tentunya dengan berbagai modifikasi terbaru. Semoga tanggal 10 Juni 2010 semua yang mencoba, dapat hidup di jalan Ganeca.

Extention :
Jika anda berfikir bahwa kemungkinan sukses menjadi lulusan bukan dari PTN favorit itu kecil, maka pikirkanlah seberapa besarnya dan seberapa mudahnya anda berjuang untuk PTN favorit.

Sepertinya berimbang, bukan? Anda berusaha menjadi 1 dari ratusan pesaing, jika anda merasa bisa, mengapa anda merasa takut menjadi 1 orang sukses dari ribuan orang lulusan PTN non-favorit atau swasta?

Pelajaran SD loh...

Semua pasti pernah SD kan? Tentunya pernah mendapatkan pelajaran Ppkn (sebelum berganti menjadi Pkn) yang isi materinya sangat menggelikan.

Budi jatuh dari sepeda, yang seharusnya kita lakukan adalah sikap....
a. tenggang rasa
b. tolong menolong
c. acuh tak acuh
d. budi pekerti

Pokoknya mah cemen lah soalnya, semua juga pasti tau itu. Ilmu dasar kehidupan yang sangat mudah untuk diterapkan dalam kehidupan keseharian.

Ada satu macam pertanyaam yang sering ditekankan pada murid-murid mengenai kelayakannya untuk ditanyakan pada seseorang...

Besaran gaji seseorang.

Pelajaran Agama Islam pun sering menjabarkan betapa kurang etisnya menanyakan hal tersebut, apabila tidak begitu penting bagi sang penanya. Setuju?

Oke, next topic ya. Terkait UU BHP yang ditolak pemerintah karena dinilai dapat membangun sejarah lama dimana
hanya segelintir orang berpangkat dan berjabatan tinggi yang dapat mencicipi bangku sekolah (Kemitraan ITB?)

Ujian Mandiri hampir seluruh perguruan tinggi meminta kita untuk menyertakan besaran gaji orang tua. Buat apa? Ya biar dia tau kite bisa bayar berape...Save it to your brain.

Hampir semua perguruan tinggi pun secara gamblang menjelaskan bahwa tidak adanya faktor luar (termasuk dari uang besaran sumbangan) yang bisa menentukan masuk tidaknya seseorang, lolos tidaknya seseorang terhadap suatu ujian mandiri tersebut.

Lucunya, kita (oleh beberapa tempat) dipersilahkan untuk memilih secara mandiri pula berapa besarnya uang yang akan kita bayarkan.

Lamun bener teu penting mah kunaon atuh urang teh tiasa milih sangeunah hate keur eta sumbangan? Aneh pisan

Udah jadi rahasia umum kalau jalan tembus pendidikan ini semakin gamblang. Pola kebiasaan berusaha dibentuk oleh para universitas yang menjual nama besarnya.

Ingat, sebuah kalimat di pembukaan UUD 1945. "Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia." Negara bersumpah loh untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, disamping fakta universitas negeri ada yang tidak kalah mahal dengan swasta.

Tapi, yasudahlah. Saya memang ada di angkatan 2010, mau tidak mau harus bersaing dengan fakta yang ada. Toh saya pun belum sukses mendapatkan pelabuhan untuk kebun bambu yang baru.

Semoga sukses ya. Bukan maksud ceramah atau lainnya (bila Erick dan Belagar baca) hanya sekedar intermezo.

Ciao

Khayalan, dan Impian

Andaikan, seluruh rakyat Republik Cina mengenakan sendal swallow buatan Indonesia.... (Industri, Material)

Andaikan, bahan bakar kejuaraan balap internasional Formula-1 dan MotoGP memakai BBM Pertamina Indonesia....(Perminyakan dan Ilmu Kebumian)

Andaikan, kemacetan lalu lintas di Indonesia dipenuhi oleh kendaraan-kendaraan lokal asli buatan dan paten hak cipta Indonesia....(Mesin, Industri, Material dan Metalurgi, Elektro)

Andaikan, Laut kita terbebas dari jajahan negara tetangga untuk produksi ikannya, dan pasar ikan Indonesia 100% ... (Kelautan)

Andaikan fasilitas infrastruktur dari pemerintah menunjang, tentu tidak akan ada sejarah pesawat bertabrakan dengan motor.... (Penerbangan)

Andaikan, Pemborong tidak mirip dengan Pembohong.... (Sipil, Arsitektur)

Andaikan, mainan-mainan anak kecil yang dijual di emperan pasar tradisional adalah produk lokal dalam negeri, negeri Indonesia....(Seni Produksi, Kriya, dll)

Andaikan, berserinya para remaja mengenakan batik dan menyanyikan lagu tradisional melebihi keserian mereka mengenakan merk ZARA dan menyanyikan lagu Metro Station....(Seni Budaya dan Ilmu Kependidikan)

Andaikan, segelintir teknokrat dapat melakukan riset tanpa terkendala sumber daya uang....(Segala bidang Teknik; Peneliti)

Andaikan seluruh dokter dan paramedik berjiwa sosial 99% dalam menjalankan tugasnya, tak perlu pula lah kita berobat jauh hingga Mount Elizabeth Hospital Singapura, seperti yang menjadi alasan para tersangka kasus korupsi untuk kabur dari persidangan. (Kedokteran dan Kesehatan)

Andaikan, Gayus tidaklah seorang Indonesia, melainkan Amerika, apa dia akan menggelapkan pajak negaranya? (Akuntansi, Ekonomi, Administrasi)

Andaikan, Diplomat kita menomorsatukan hajat para TKI di luar nusantara sana.... (Hubungan Internasional, Komunikasi)

Andaikan, ajang KDI lebih populer dibandingkan Indonesian Idol yang mendanai juaranya untuk go-internasional, akankan Malaysia punya kesempatan lebih untuk mencuri kebudayaan kita, seperti yang mereka lakukan beberapa saat silam? (DKV, Seni Budaya)

Andaikan, tidak seorangpun yang bercita-cita untuk korupsi di kemudian hari....(Semua yang bercita-cita menjadi korps yang sekarang telah tercitra sebagai lembaga yang kotor; Ilmu Kependidikan)

Andaikan, seorang penulis khayalan yang hanya bisa ngomong seperti saya, hanya ada satu yang duduk di kursi kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan lainnya menunjukan talk less do more....(Pemerintahan)

Segelintir impian, hal kecil yang terkadang sering terlupakan. Namun bayangkan, apa yang terjadi bila impian-impian ini, mulai dari yang pertama, dapat terwujudkan oleh kita sebagai pembangun negara?

Semoga kita, yang akan memperdalam ilmunya di berbagai jurusan, dapat mewujudkan impian-impian diatas. Atau setidaknya menjadi seorang perintis, sekalipun tidak akan pernah melihat suksesnya impian ini...

Sukses ya !

A Box Of Chocolate


Have you ever seen Forrest Gump ? A great life-movie starring Tom Hanks as the main actor ? He named Forrest in the movie, Forrest Gump. Gump is an idiot boy, who got IQ around 60. Moreover, Gump's legs was unperfect.

He must have like a braces on his feet, like you who got braces on your own teeth. The braces like a therapy, so you don't know when you can put it off and walk like the others can.

However, this idiot boy may be an american football player, soldier, and a fisher. It will takes a long time to tell the story compeletely.

But, I got a great words from the dump-boy.

He said, "My mama said,
Life was like a box of chocolate, you never know what you're gonna get."

Got it ? So whatever God give us to run it, run it !
Because you will never know how is the chocolate until you get the box, open, and try it.

Pintar Pangkal Kaya

Pintar pangkal kaya.

Semenjak duduk di bangku sekolah dasar, kita telah di-judge oleh para orang tua akan kata kata itu. Begitu banyak kata-kata semacamnya yang menghiasi masa pertumbuhan paling pesat dalam kehidupan seorang manusia. Mulai dari cover sampul buku tulis yang berwarna coklat, hingga permainan ular tangga yang berusaha menjadi permainan berbobot lebih dari sekedar mengejar 'kemenangan'.

Beranjak dewasa, semakin kenal kita dengan kata kemiskinan. Kemiskinan menjadi wacana besar di ranah masyarakat Indonesia selama satu dekade terakhir, setelah sebelumnya Iwan Fals menyinggung 'Ethiopia' sebagai negara sengsara. Pendidikan, menjadi latar belakang serta pokok masalah besar ini.

Kata siapa ? Pemimpin!

Benar ga ? Benar, jika berpacu pada pola pikir yang telah dibentuk oleh orang tua kita semasa kita ada di bangku sekolah dasar.

Siapa yang tidak memikirkan pekerjaan, jabatan, dan harta serta kebahagiaan di masa depan mulai dari saat ini ? Saat-saat dimana kita hendak menginjakan kaki ke ranah perkuliahan ? Pemilihan jurusan yang seharusnya mutlak dilakukan atas dasar minat dan bakat setiap individu terkadang suka terkalahkan oleh cita-cita kita untuk hidup makmur dan kaya raya, sehingga beberapa jabatan tertentu menjadi favorit yang
absolutely it is hard to reach

Jika ditilik lebih dalam, semua dari yang telah kita lakukan tidaklah sesuai dengan apa yang telah tertanam dalam diri kita sejak kecil. Mulai ada anggapan, bahwa tidak semua kemasyuran dapat didapatkan dengan kepintaran. Begitu juga dengan kemiskinan yang tidak menjadi jaminan mutlak seseorang yang merasa kurang dalam berbagai bidang kehidupan.

Hedonisme ? Pak SBY dahulu pernah menyatakan kekhawatirannya terhadap hedonisme yang merasuki kalangan muda Indonesia.

Hedonisme yang mengagungkan uang serta hal duniawi lainnya menjadi favorit masyarakat, karena telah uang menjadi tolok ukur utama kesuksesan. Tidak jarang lho orang yang memilih pacar juga karena faktor ekonomi (ketajiran) calon pasangannya. Islam jelas mengharuskan seseorang untuk mencari pasangan yang dapat menghidupi satu sama lainnya. Tapi tindakan ini cocok bagi orang yang telah berumur dan siap untuk menikah. Jelas sebuah kerusakan sistem bila dilakukan oleh seorang siswi atau siswa SMA !

Tapi, apa daya. Uang pun kadang mengalahkan dosa. Korupsi merajalela menjadi contoh besar Indonesia yang
sulit maju.

Lalu, apa maksud dari judul text yang saya buat ini?

Perintah secara tertutup (menurut saya) telah mendudukan pendidikan sebagai salah satu cara untuk memperbaiki ekonomi negara di masa yang akan datang. Bagus rencananya, tapi salah dalam mendudukannya.

Pendidikan tidak sekedar sub-bab dari ekonomi, karena ekonomi itu sendiri telah menjadi faktor penentu seberapa jauhnya seseorang mendapatkan pendidikan. Setuju ? Pendidikan pun dapat menentukan ekonomi seseorang, walau tidak selamanya pula teori ini menjadi benar.

Seorang pengusaha yang bijak pernah menggugah pola pikir saya. "Boy, belum tentu kamu sekolah pintar itu sukses dimasa depan". Lalu saya menjawab, "Terus buat apa kuliah dan berjuang buat dapet tempat yang bagus?". Beliau menimpali, "Ya memang sih ekonomi itu rezeki, udah di takdirkan tapi belum dibuat sebagai nasib, karena nasib kita yang menentukan!"

Semakin bingung saya, lalu beliau kembali menambahkan. "Boy, ibaratnya kamu anak orang kaya yang udah punya tabungan Rp. 1 Milyar di bank. Kamu ga kerja aja, dengan bunga 1% setiap bulan kamu udah bisa hidup ngalahin sarjana yang baru masuk kerja."

1% dari 1 Milyar adalah Rp. 10.000.000. "Benar ga? PNS yang masih anak bawang (baru masuk) aja palingan gajinya tiga juta-an. Gaperlu pinter-pinter banget kalo udah gitu mah, asalh rajin nabung sama jaga pola hidup jangan sampe abis duit 1 Milyar-nya. Apalagi kalo dari 10 juta itu bisa nabung lagi. Makin kaya dah"

Itulah yang saya simpulkan bahwa pendidikan bisa saja menentukan ekonomi seseorang, beserta kemajuan ekonomi negara. Dan tentunya orang kaya yang diceritakan diatas mendapatkan tingkat pendidikan diatas rata-rata anak Indonesia.

Tidak ada garansi bahwa 'pintar pangkal kaya' dan 'Malas adalah awal dari kemiskinan' karena bila anda telah kaya, maka sedikit kepandaian dapat membantu anda, meskipun kemalasan anda adalah sifat yang dominan.

Akhir kata, saya tidak mendorong seseorang untuk pasrah terhadap nasibnya, tetapi untuk terus kritis terhadap apa yang terjadi di dunia ini. Kehidupan terus bergulir ke arah yang lebih kompleks. Tentunya, belajar yang baik adalah jalan keluar utama yang harus ditempuh setiap orang, tanpa menghiraukan apa hasil yang akan di dapat kelak.

God and The Heavy Stone


"Ketika Anda menganggap Tuhan Maha Esa, maka Tuhan dapat menciptakan sebuah batu yang sungguh berat sehingga tidak dapat diangkat oleh siapapun, termasuk oleh-Nya"

Sebuah kalimat pendek membuat saya terkagum-kagum dan melelahkan nalar saya.

Secara rasional dan berpikir dengan akal sehat, menurut anda mungkinkan hal itu terjadi ? Lepaskan sejenak pemikiran ilmu pengetahuan yang selama ini selalu ada dalam batas jangkauan keagamaan. Jawab, mungkinkah hal itu terjadi ?

Filsafat. Ya, kalimat itu saya temukan dalam sebuah buku berjudul Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer yang dikarang oleh Jujun S. Suriasumantri. Buku itu dimiliki oleh seorang rekan yang merupakan calon sarjana Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada.

Terlepas dari siapa pengarang buku itu, tapi kalimat itu merupakan buah tangan dari Andi Hakim Nasution, yang dalam buku itu berperan sebagai penulis kata pengantar (introduction).

Back to the words! Sudahkah anda menemukan jawaban anda ? Mungkinkah itu terjadi ?

Terkadang ada beberapa hal rasional yang dapat dibayangkan dan dapat diukur, walau dalam lingkup keagamaan, hal itu tidak perlu dipikir dan bisa jadi sebuah dosa.

Teori Relativitas dan Kecepatan Cahaya dari Einstein merupakan contohnya. Seluruh anak kelas XII IPA SMA pasti tahu dan pernah menghitungnya bukan ? Apakah ada benda yang kecepatannya mendekati kecepatan cahaya ? Tidak. Lalu buat apa kita menghitung hal tersebut ?

Secara Islam, Buuraq, kendaraan yang dipakai Rasulullah SAW dapat mencapai langit ketujuh dalam waktu sehari. Setiap muslim wajib meyakini hal tersebut, terlepas dari teori relativitas yang menyatakan tidak ada hal yang dapat menyaingi kecepatan cahaya (c = 3 x 10¬¬8 meter per detik) muka bumi ini.

Lalu, bagaimana dengan kalimat yang ada di paling atas dari tulisan ini ? Pantaskah untuk diterima ke-rasionalannya dalam lingkum ilmu pengetahuan dan nalar ?

Ketika seorang manusia dapat menciptakan beragam alat dan barang yang bermanfaat, apa mereka dapat mengangkat seluruh barang yang telah mereka ciptakan ? contohnya, traktor ?

Ubah kalimat filsafat diatas menjadi sebuah simpulan sederhana yang menyeramkan, "Pencipta bisa saja menciptakan sesuatu yang tidak bisa dia angkat."

Bagaimana pendapatmu ?

Heavy Hours on Television

Catatan : Note ini dibuat pada medio Februari 2010.

Maaf apabila dalam notes ini anda akan mendapatkan rasa sakit hati, kecewa, atau mungkin ingin membunuh saya, karena pendapat saya yang vulgar (silahkan dibaca lebih lanjut atau berhenti membaca sekarang). Tapi, memang beginilah kenyataan yang ada. Globalisasi menuntun kita semua kearah yang luar biasa bebas dan vulgar, sampai menuntut kebebasan tidak terbatas.

Indonesia gila !

Saya pelajar, saya nasionalis, dan saya miris melihat apa yang terjadi dalam negeri ini, baik di dalam maupun luar negeri. Banyak orang yang lebih pintar daripada saya, lebih banyak pengalaman, dan sebagainya. Umur saya baru seumur jagung. Saya baru merasakan kehidupan dari awal 90-an hingga sekarang.

Seberapa gilanya Indonesia, hingga saya yang baru merasakan sedikit asam garam kehidupan ini pun merasa miris ?

Politik, kekuasaan, intrik, korupsi, dan masih banyak lagi hal-hal jahanam yang menghiasi jagat nusantara kita. Salah satu yang saya sorot belakangan ini adalah tingkah laku media televisi sebagai salah satu sarana berita visual yang menyediakan berbagai sisi kehidupan di Indonesia.

Apa yang diharapkan dari sebuah stasiun TV menurut anda ? Rating yang tiggi agar pemasukan bertambah, nama baik dan reputasi, atau memberikan segala sesuatu yang intelektual ?

Semuanya, tentu !

Dialog interaktif atau debat langsung adalah salah satu cara para 'orang media' sekarang, sebagai perwujudan dari efek positif globalisasi, yaitu kecanggihan teknologi. Telewicara, Dialog-by-Phone,Dialog langsung, atau bahkan Meeting-by-Monitor (MBM) pun sekarang dapat diwujudkan oleh mereka.

Menghadirkan aksi telewicara atau MBM seperti yang telah saya sebutkan diatas tentunya memiliki efek yang sangat baik bagi mereka. Berita-berita mereka akan lebih dipercaya oleh masyarakat Indonesia yang gemar dan haus akan info-info panas. Menghadirkan sang pakar atau sumber berita secara langsung memang jalan terbaik yang sekarang ini dilakukan oleh hampir seluruh stasiun TV di Indonesia.

Debat langsung juga tidak kalah serunya. Debat by phone atau debat by by monitor menjadi langganan beberapa stasiun TV di Indonesia. Berita mereka menjadi sangat benar, segala sesuatunya tersampaikan secara original dari sang pakar (sumber berita) sehingga masyarakat senang, karena masyarakat menganggap originalitas berita ini merupakan fakta hebat yang harus diketahui oleh masyarakat, dan menilai ini sebagai perwujudan dari pemerintahan terbuka.

Ok, bagus terbuka. Tapi membuka-buka yang tidak selayaknya dibuka adalah sesuatu yang diluar format acara yang layak.

Lebih dari 200 juta manusia menjadi penduduk di Indonesia. Sekitar 35-40% dari mereka memadati Jawa sebagai pusat pemerinahan dan perekonomian. Lebih dari 25% bangsa Indonesia berumur dibawah 23 tahun. Apakah semua dari masyarakat (termasuk saya) mengerti dan dapat mencerna dengan baik apa apa yang disajikan oleh TV ? Tidak !

Ketika George Aditjondro diundang oleh salah satu stasiun TV Indonesia untuk tele-conference dengan Bibit Samad Riyanto, ketua KPK, sekiranya seminggu setelah Gurita Cikeas beredar (walau kenyataannya sulit untuk didapatkan). Konfrontasi terjadi, sebuah pernyataan dari mulut Pak George menyinggung KPK dan perasaan Pak Bibit. Ketika Pak George mempertanyakan seputar kemampuan KPK karena belum juga mengungkan kasus Artalytha dan Yayasan Mutumanikam, Pak Bibit sampai berkata " 'Kan bisa menyinggung perasaan saya". Secara langsung saya melihat adanya konfrontasi disini.

Lalu kasus Pansus Bank Century yang diwarnai kata-kata kotor dari salah satu anggotanya, yang juga hadir di media televisi. Tentu tidak perlu dijelaskan sisi negatif yang hadir dalam kasus ini.

Kasus terkahir yang saya lihat adalah konfrontasi antara Mendagri Gamawan Fauzi dengan salah satu tokoh dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mempertanyakan seputar uang selama pemerintahannya sebagai Gubernur Sumatera Barat. Masing-masing pihak menyediakan data fakta tertulis yang isinya berbeda. Konfrontasi terjadi dan itu hadir di depan TV.

Ingat, semua manusia punya emosi dan janganlah mengumbar emosi ! Memang, manusia yang baik adalah yang dapat mengontrol emosinya dengan baik dan pada tempatnya. Tapi apa jadinya bila pada tempat dan saat yang tidak tepat, emosi itu tersulut dan tidak tertahankan sehingga spontanitas negatif berupa kata-kata ataupun tingkah laku keluar dengan sendirinya ? Salah siapa ?

Hal demikian lah yang saya katakan 'Crazy'. Itu gila. Jauh dari mendidik. Transparannya pemerintahan dan dunia politik di era globalisasi ini sangat rawan akan segala sesuatu yang negatif dan ITU DITONTON OLEH SEMUA KALANGAN TERMASUK SAYA YANG BELUM PAHAM POLITIK.

Miris rasanya. Akan bermuara pada lautan seperti apakah bangsa ini jika terus menerus seperti ini. Semua orang pasti punya sisi negatif, alangkah baiknya jika dapat dikurangi, atau setidaknya tidak usah ditampilkan secara live lewat media televisi. Berhentilah mencari pertikaian ! toh, fakta yang terungkap pun besar kemungkinan hanya menjadi polemik baru ditengah masyarakat, padahal kasus kasus lainnya pun masih dalam proses penyelesaian.

Crazy Indonesia, Crazy from behind....

"Note ini dibuat tanpa unsur paksaan dan tidak bermaksud menyulut siapapun untuk bertindak/melakukan aksi apapun.

Uang


Saya punya suatu cerita, sebenarnya ide untuk membuat cerita ini baru saja terbesit beberapa menit sebelum saya mulai untuk mengetik cerita ini. Tanpa paksaan, tanpa dorongan dari siapapun. Selamat membaca, semoga enjoy dan terima kasih telah mulai membaca note saya.

Seorang anak, sebutlah namanya David, adalah laki-laki yang memiliki orang tua bernama Joko dan Susi. darah Jawa dan Palembang mengalir dalam diri David. Mungkin anda aneh mengapa namanya David, bukan ? Simpel saja, ternyata dia dilahirkan di London, Inggris. Atas dasar itulah, sang ayah memberi nama David agar terkesan bahwa David adalah anak yang memiliki dua-paspor.

Ayahnya yang merupakan seorang pialang minyak terkemuka di Indonesia tentunya menjanjikan kita semua bahwa pastilah David seorang anak yang kaya raya. Ibunya seorang sekretaris di perusahaan telekomunikasi di Jakarta.

David sejak kecil terbiasa melihat ayahnya mengendarai Harley-Davidson, mo-ge keluaran Amerika Serikat. Setidaknya 1-1,5 bulan sekali sang ayah pergi dengan mo-ge nya itu bersama kawan satu gank nya. "Ayah, kapan David bisa seperti ayah ?". David melontarkan pertanyaan ini ketika berumur 9 tahun. Sang ayah menjawab, "Haha, David, seperti ayah apanya ? Ayah kan biasa-biasa saja..". "Ituloh, seperti ayah naik motor gede itu tuh. Kayaknya keren...". Sang ayah menjawab lagi, "Nanti David, kalau kamu sudah besar dan gagah, kamu boleh deh nyobain bawa motor ayah. Ok ?". David pun menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Ia sangat yakin kalau ayahnya sangat sayang kepadanya.



Ketika David berumuh 15 tahun, ia telah tumbuh menjadi anak remaja yang gagah dan rupawan. Konsumsi gizinya yang bagus pun menjadi faktor bahwa ia terlihat lebih sehat dan atletis di banding teman-teman sebayanya. Ia pun memberanikan diri menanyakan hal yang dulu dijanjikan oleh ayahnya. "Ayah, sekarang kan aku udah gagah nih udah keren, boleh gak cobain motornya ?". "David, kamu memang sudah besar, tapi kamu belum punya izin untuk naik motor. Kamu belum dewasa, nak...". David membalas, "Ayah, ayah dulu janji sama David, kalo David boleh naik motor ayah kalo udah besar kan ? Bukan kalo udah punya izin.".

Ayah nya pun berfikir, yah tiada salahnya kan bagi dia untuk bisa dan mencoba. Sejak saat itu, David sangat senang memakai motor ayahnya, terutama untuk hang-out dan segala aktifitas lainnya.

Sekarang, David berumur 18 tahun. David telah memiliki izin untuk motor, juga mobil. Ia pun meninggalkan motor ayahnya, dan mulai menggunakan mobil kemana pun ia suka. Mazda RX-8 kelir putih menjadi andalannya sekarang.

Sang ayah, yang selalu meperhatikan perkembangan anaknya, mulai tidak mengizinkan David untuk memakai kendaraan seenaknya, kemanapun ia suka. Kemudian, sang ayah membelikan si anak sebuah mobil mini buatan Cina, yang merek-nya sama sekali belom terkenal. Mobil itu merupakan produk dari sebuah perusahaan yang menjadi rekanan perusahaan ayahnya. Walau belum terkenal dan teknologi Cina yang dinilai orang mudah rusak, pada kenyataannya mobil tersebut cukup handal dan irit. Setidaknya untuk di dalam kota.

David tidak habis pikir dengan keputusan sang ayah, ia pun memberontak dan mempertanyakan keputusan sang ayah dengan keras. "Ayah, kenapa sih ga boleh ? Teman-teman aku aja semuanya naik mobil yah !". "Terus kenapa ? Kamu juga kan sudah ayah belikan mobil, apa bedanya ?". David menjawab lagi, "Ya, iya sih, tapi aku mau pake yang lama aja, ayah aja pake yang baru kan itu maunya ayah !" Ayahnya pun tersenyum sedikit, lalu menjawab. "David, memang kenapa dengan mobil baru ? Kamu merasa malu dengan mobil kecil itu ?". David hendak menjawab, tapi, "Nak, sesuatu yang tidak perlu kita lakukan, sebaiknya tidak kita lakukan. Berbangga hati dengan kekayaan bukanlah sesuatu yang baik..."

"Dulu motor ayah kamu pakai terus, sampai ayah beli mobil baru, kamu tinggalin terus kamu pake mobil baru itu. Bukan berarti ayah tidak senang. Tapi kamu harus belajar untuk hidup sulit."

David pun kecewa, "Ngapain, kita kan alhamdulillah mapan yah, ayah sukses seperti ini jadi ya alhamdulillah kan ?!". "Nak, memang indah rasanya hidup bergelimang dengan harta, beruntung kamu sejak lahir susah terbiasa seperti ini... Tapi apa kamu bisa pastikan, apa yang sekarang kamu pinjam dari ayah ini bisa kamu dapatkan dengan keringat mu sendiri ?"

David pun diam.

"Nak, seberuntung-beruntung nya ayah, paling lama umur ayah tidak sampai 30-40 tahun lagi dari sekarang. Selama itu, kamu baru akan mencapai umur 48 tahun, kan ? Apa kamu yakin bisa mendapatkan apa yang kita miliki sekarang ?"

David pun terus diam, dan tersirat di wajahnya bahwa ia mulai berfikir 'Apa aku bisa ?'

"David, ayah cuma ingin kamu tidak merasa hidup di atas angin terus. Ada kala kita akan merasa dibawah. Untuk ayah, ayah merasakan itu ketika kecil, lalu ayah berusaha dan akhirnya seperti saat ini. Lalu, apa kamu tidak berfikir bahwa ada kemungkinan kamu merasakan hidup dibawah ketika ayah sudah tiada ?"

David, yang saat percakapan ini sudah rapi ingin berangkat ke pesta ulang tahun temannya, mulai memikirkan untuk tidak jadi berangkat. Ia memeluk erat ayahnya, "Ayah, maafkan David. David janji apa yang telah ayah buang dan hamburkan untuk David, akan menjadi suatu nilai positif untuk David. David janji..."

"Ya nak, ayah selalu doakan. Ingat, tidak ada gunanya nak untuk berbesar hati dan berbangga diri tehadap apa yang belum kita miliki sendiri...." ujar sang ayah menutup pembicaraannya.