Dunia itu dua suara, tersurat dengan banyak pena kekuasaan

Selasa, 13 Juli 2010

Pintar Pangkal Kaya

Pintar pangkal kaya.

Semenjak duduk di bangku sekolah dasar, kita telah di-judge oleh para orang tua akan kata kata itu. Begitu banyak kata-kata semacamnya yang menghiasi masa pertumbuhan paling pesat dalam kehidupan seorang manusia. Mulai dari cover sampul buku tulis yang berwarna coklat, hingga permainan ular tangga yang berusaha menjadi permainan berbobot lebih dari sekedar mengejar 'kemenangan'.

Beranjak dewasa, semakin kenal kita dengan kata kemiskinan. Kemiskinan menjadi wacana besar di ranah masyarakat Indonesia selama satu dekade terakhir, setelah sebelumnya Iwan Fals menyinggung 'Ethiopia' sebagai negara sengsara. Pendidikan, menjadi latar belakang serta pokok masalah besar ini.

Kata siapa ? Pemimpin!

Benar ga ? Benar, jika berpacu pada pola pikir yang telah dibentuk oleh orang tua kita semasa kita ada di bangku sekolah dasar.

Siapa yang tidak memikirkan pekerjaan, jabatan, dan harta serta kebahagiaan di masa depan mulai dari saat ini ? Saat-saat dimana kita hendak menginjakan kaki ke ranah perkuliahan ? Pemilihan jurusan yang seharusnya mutlak dilakukan atas dasar minat dan bakat setiap individu terkadang suka terkalahkan oleh cita-cita kita untuk hidup makmur dan kaya raya, sehingga beberapa jabatan tertentu menjadi favorit yang
absolutely it is hard to reach

Jika ditilik lebih dalam, semua dari yang telah kita lakukan tidaklah sesuai dengan apa yang telah tertanam dalam diri kita sejak kecil. Mulai ada anggapan, bahwa tidak semua kemasyuran dapat didapatkan dengan kepintaran. Begitu juga dengan kemiskinan yang tidak menjadi jaminan mutlak seseorang yang merasa kurang dalam berbagai bidang kehidupan.

Hedonisme ? Pak SBY dahulu pernah menyatakan kekhawatirannya terhadap hedonisme yang merasuki kalangan muda Indonesia.

Hedonisme yang mengagungkan uang serta hal duniawi lainnya menjadi favorit masyarakat, karena telah uang menjadi tolok ukur utama kesuksesan. Tidak jarang lho orang yang memilih pacar juga karena faktor ekonomi (ketajiran) calon pasangannya. Islam jelas mengharuskan seseorang untuk mencari pasangan yang dapat menghidupi satu sama lainnya. Tapi tindakan ini cocok bagi orang yang telah berumur dan siap untuk menikah. Jelas sebuah kerusakan sistem bila dilakukan oleh seorang siswi atau siswa SMA !

Tapi, apa daya. Uang pun kadang mengalahkan dosa. Korupsi merajalela menjadi contoh besar Indonesia yang
sulit maju.

Lalu, apa maksud dari judul text yang saya buat ini?

Perintah secara tertutup (menurut saya) telah mendudukan pendidikan sebagai salah satu cara untuk memperbaiki ekonomi negara di masa yang akan datang. Bagus rencananya, tapi salah dalam mendudukannya.

Pendidikan tidak sekedar sub-bab dari ekonomi, karena ekonomi itu sendiri telah menjadi faktor penentu seberapa jauhnya seseorang mendapatkan pendidikan. Setuju ? Pendidikan pun dapat menentukan ekonomi seseorang, walau tidak selamanya pula teori ini menjadi benar.

Seorang pengusaha yang bijak pernah menggugah pola pikir saya. "Boy, belum tentu kamu sekolah pintar itu sukses dimasa depan". Lalu saya menjawab, "Terus buat apa kuliah dan berjuang buat dapet tempat yang bagus?". Beliau menimpali, "Ya memang sih ekonomi itu rezeki, udah di takdirkan tapi belum dibuat sebagai nasib, karena nasib kita yang menentukan!"

Semakin bingung saya, lalu beliau kembali menambahkan. "Boy, ibaratnya kamu anak orang kaya yang udah punya tabungan Rp. 1 Milyar di bank. Kamu ga kerja aja, dengan bunga 1% setiap bulan kamu udah bisa hidup ngalahin sarjana yang baru masuk kerja."

1% dari 1 Milyar adalah Rp. 10.000.000. "Benar ga? PNS yang masih anak bawang (baru masuk) aja palingan gajinya tiga juta-an. Gaperlu pinter-pinter banget kalo udah gitu mah, asalh rajin nabung sama jaga pola hidup jangan sampe abis duit 1 Milyar-nya. Apalagi kalo dari 10 juta itu bisa nabung lagi. Makin kaya dah"

Itulah yang saya simpulkan bahwa pendidikan bisa saja menentukan ekonomi seseorang, beserta kemajuan ekonomi negara. Dan tentunya orang kaya yang diceritakan diatas mendapatkan tingkat pendidikan diatas rata-rata anak Indonesia.

Tidak ada garansi bahwa 'pintar pangkal kaya' dan 'Malas adalah awal dari kemiskinan' karena bila anda telah kaya, maka sedikit kepandaian dapat membantu anda, meskipun kemalasan anda adalah sifat yang dominan.

Akhir kata, saya tidak mendorong seseorang untuk pasrah terhadap nasibnya, tetapi untuk terus kritis terhadap apa yang terjadi di dunia ini. Kehidupan terus bergulir ke arah yang lebih kompleks. Tentunya, belajar yang baik adalah jalan keluar utama yang harus ditempuh setiap orang, tanpa menghiraukan apa hasil yang akan di dapat kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar