Dunia itu dua suara, tersurat dengan banyak pena kekuasaan

Selasa, 13 Juli 2010

Heavy Hours on Television

Catatan : Note ini dibuat pada medio Februari 2010.

Maaf apabila dalam notes ini anda akan mendapatkan rasa sakit hati, kecewa, atau mungkin ingin membunuh saya, karena pendapat saya yang vulgar (silahkan dibaca lebih lanjut atau berhenti membaca sekarang). Tapi, memang beginilah kenyataan yang ada. Globalisasi menuntun kita semua kearah yang luar biasa bebas dan vulgar, sampai menuntut kebebasan tidak terbatas.

Indonesia gila !

Saya pelajar, saya nasionalis, dan saya miris melihat apa yang terjadi dalam negeri ini, baik di dalam maupun luar negeri. Banyak orang yang lebih pintar daripada saya, lebih banyak pengalaman, dan sebagainya. Umur saya baru seumur jagung. Saya baru merasakan kehidupan dari awal 90-an hingga sekarang.

Seberapa gilanya Indonesia, hingga saya yang baru merasakan sedikit asam garam kehidupan ini pun merasa miris ?

Politik, kekuasaan, intrik, korupsi, dan masih banyak lagi hal-hal jahanam yang menghiasi jagat nusantara kita. Salah satu yang saya sorot belakangan ini adalah tingkah laku media televisi sebagai salah satu sarana berita visual yang menyediakan berbagai sisi kehidupan di Indonesia.

Apa yang diharapkan dari sebuah stasiun TV menurut anda ? Rating yang tiggi agar pemasukan bertambah, nama baik dan reputasi, atau memberikan segala sesuatu yang intelektual ?

Semuanya, tentu !

Dialog interaktif atau debat langsung adalah salah satu cara para 'orang media' sekarang, sebagai perwujudan dari efek positif globalisasi, yaitu kecanggihan teknologi. Telewicara, Dialog-by-Phone,Dialog langsung, atau bahkan Meeting-by-Monitor (MBM) pun sekarang dapat diwujudkan oleh mereka.

Menghadirkan aksi telewicara atau MBM seperti yang telah saya sebutkan diatas tentunya memiliki efek yang sangat baik bagi mereka. Berita-berita mereka akan lebih dipercaya oleh masyarakat Indonesia yang gemar dan haus akan info-info panas. Menghadirkan sang pakar atau sumber berita secara langsung memang jalan terbaik yang sekarang ini dilakukan oleh hampir seluruh stasiun TV di Indonesia.

Debat langsung juga tidak kalah serunya. Debat by phone atau debat by by monitor menjadi langganan beberapa stasiun TV di Indonesia. Berita mereka menjadi sangat benar, segala sesuatunya tersampaikan secara original dari sang pakar (sumber berita) sehingga masyarakat senang, karena masyarakat menganggap originalitas berita ini merupakan fakta hebat yang harus diketahui oleh masyarakat, dan menilai ini sebagai perwujudan dari pemerintahan terbuka.

Ok, bagus terbuka. Tapi membuka-buka yang tidak selayaknya dibuka adalah sesuatu yang diluar format acara yang layak.

Lebih dari 200 juta manusia menjadi penduduk di Indonesia. Sekitar 35-40% dari mereka memadati Jawa sebagai pusat pemerinahan dan perekonomian. Lebih dari 25% bangsa Indonesia berumur dibawah 23 tahun. Apakah semua dari masyarakat (termasuk saya) mengerti dan dapat mencerna dengan baik apa apa yang disajikan oleh TV ? Tidak !

Ketika George Aditjondro diundang oleh salah satu stasiun TV Indonesia untuk tele-conference dengan Bibit Samad Riyanto, ketua KPK, sekiranya seminggu setelah Gurita Cikeas beredar (walau kenyataannya sulit untuk didapatkan). Konfrontasi terjadi, sebuah pernyataan dari mulut Pak George menyinggung KPK dan perasaan Pak Bibit. Ketika Pak George mempertanyakan seputar kemampuan KPK karena belum juga mengungkan kasus Artalytha dan Yayasan Mutumanikam, Pak Bibit sampai berkata " 'Kan bisa menyinggung perasaan saya". Secara langsung saya melihat adanya konfrontasi disini.

Lalu kasus Pansus Bank Century yang diwarnai kata-kata kotor dari salah satu anggotanya, yang juga hadir di media televisi. Tentu tidak perlu dijelaskan sisi negatif yang hadir dalam kasus ini.

Kasus terkahir yang saya lihat adalah konfrontasi antara Mendagri Gamawan Fauzi dengan salah satu tokoh dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mempertanyakan seputar uang selama pemerintahannya sebagai Gubernur Sumatera Barat. Masing-masing pihak menyediakan data fakta tertulis yang isinya berbeda. Konfrontasi terjadi dan itu hadir di depan TV.

Ingat, semua manusia punya emosi dan janganlah mengumbar emosi ! Memang, manusia yang baik adalah yang dapat mengontrol emosinya dengan baik dan pada tempatnya. Tapi apa jadinya bila pada tempat dan saat yang tidak tepat, emosi itu tersulut dan tidak tertahankan sehingga spontanitas negatif berupa kata-kata ataupun tingkah laku keluar dengan sendirinya ? Salah siapa ?

Hal demikian lah yang saya katakan 'Crazy'. Itu gila. Jauh dari mendidik. Transparannya pemerintahan dan dunia politik di era globalisasi ini sangat rawan akan segala sesuatu yang negatif dan ITU DITONTON OLEH SEMUA KALANGAN TERMASUK SAYA YANG BELUM PAHAM POLITIK.

Miris rasanya. Akan bermuara pada lautan seperti apakah bangsa ini jika terus menerus seperti ini. Semua orang pasti punya sisi negatif, alangkah baiknya jika dapat dikurangi, atau setidaknya tidak usah ditampilkan secara live lewat media televisi. Berhentilah mencari pertikaian ! toh, fakta yang terungkap pun besar kemungkinan hanya menjadi polemik baru ditengah masyarakat, padahal kasus kasus lainnya pun masih dalam proses penyelesaian.

Crazy Indonesia, Crazy from behind....

"Note ini dibuat tanpa unsur paksaan dan tidak bermaksud menyulut siapapun untuk bertindak/melakukan aksi apapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar