Dunia itu dua suara, tersurat dengan banyak pena kekuasaan

Senin, 14 November 2011

Optimistis, Realistis

Akal manusia terkadang tidak terbatas imajinasinya. Susah untuk menakar jangkauan imajinasi manusia, walau memang sangat terbatas kemampuan manusia itu sendiri untuk menjawab segala pertanyaan yang ada. Namun, manusia terkadang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok sifat berbeda, optimistis dan realistis.


Pada dasarnya, optimis pasti diartikan oleh pembaca sekalian sebagai sifat untuk berpikiran positif, percaya diri, yakin atas kemampuan, dan masih banyak lagi definisi lainnya. Terserah! Tapi satu hal yang pasti, optimis mencerminkan harapan.


Di samping itu, realistis juga memiliki sederet arti dalam lingkup pribadi. Sebagian orang menilai realistis sebagai sesuatu yang mendekati realita, mencerminkan asa dalam segala posibilitas kehidupan, dan juga kemampuan akan sesuatu yang dapat diperbuat olehnya. Satu hal yang menurut saya menjadi ciri dari realistis itu sendiri: kemungkinan


Jika diharuskan untuk memilih, anda akan mendahulukan harapan atau kemungkinan? Secara kasat mata, kedua kata ini mungkin tampak memiliki arti yang serupa, tapi serupa tidak pernah bisa menggantikan arti kata 'sama'. Hal Lindsey mengatakan: "A man can survive 40 days without food, 3 days without water, 8 minutes without breathing, but only a sec without hope". Tersurat bahwa harapan adalah satu-satunya hal yang dibutuhkan manusia. Lalu bagaimana dengan 'kemungkinan'? Telusuri saja seberapa besar kemungkinan objek manusia tersebut untuk menghadapi keadaan 40 hari tanpa makanan, 3 hari tanpa air, 8 menit tanpa oksigen, serta 1 detik tanpa harapan.


Lalu sebenarnya apa yang kita bicarakan?


Ambil contoh, ada sebuah atraksi pesulap yang ekstrim. Pada atraksi ini, sangmagician akan beraksi di dalam sebuah tabung, dan menenggelamkan dirinya pada tabung tersebut, dengan tangan dan kaki terikat pada borgol, dan harus melepaskan diri sebelum dirinya meninggal, tanpa kunci! Berapa besar harapan serta kemungkinan yang ada untuk atraksi ini?


Kemungkinan, dari awal atraksi, selalu besar karena predikat magician yang melekat pada orang tersebut. Semua orang jelas beranggapan bahwa segala trik yang dipertunjukan pasti telah di coba secara berulang, dan pesulap itu telah paham seluk beluk trik tersebut. Namun, jika kita bicara mengenai harapan, hal tersebut bergantung pada satu hal: kemampuan.


Selalu ada kemungkinan bagi Indonesia untuk menembus babak final Piala Dunia, namun soal harapan, sepertinya tidak. Kenapa mungkin? Jelas karena Indonesia terdaftar sebagai anggota FIFA, dan mengikuti seleksi Pra-Piala Dunia. Tapi soal harapan, tentu kita bicara kemampuan, dan sayangnya hal itu masih banyak diragukan.


Optimis dan realistis menjadi dua kata yang mendeskripsikan manusia dalam keadaan apapun yang dihadapinya.


Ketika pesulap tersebut tidak dapat lolos dari jeratan borgol yang membuatnya kehabisan nafas lalu meninggal, maka akan banyak faktor berbicara. Nasib, kemampuan, kerasionalan, hingga proses latihan. Semua faktor tersebut sebenarnya tidak muncul ketika sang pesulap telah gagal, tapi terlihat ketika dia memang sudah terlalu lama tidak dapat menyelesaikan tantangan yang ada. Asumsinya, ekspektasi yang ada seharusnya dalam 3 menit atraksi tersebut telah berakhir, namun ketiga memasuki menit keempat, tentu tingkat optimis para panitia dan penonton berkurang, dan pikiran bahwa tantangan ini realilistis untuk dapat diselesaikan juga berkurang.


Ada sebuah quote yang menarik soal ini. Semoga bisa menjadi penutup kata yang baik, dan tetap menumbuhkan semangat yang kuat.


"Kadang gue anggep cita-cita gue itu digantung setinggi atap rumah aja, walaupun ga setinggi langit tapi gue pasti bisa menggapainya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar