Dunia itu dua suara, tersurat dengan banyak pena kekuasaan

Selasa, 01 Maret 2011

Resolusi Negara: Satu, Pendidikan!

Terkadang, hal yang akan saya kemukakan dalam tulisan ini mungkin akan anda rasa sebagai sebuah ke-lebay-an atau sesuatu yang dibesar-besarkan, namun percayalah hal ini sebenarnya besar dan tersepelekan oleh keadaan dan paradigma kolot bangsa kita.


Sebuah negara pada teorinya harus menyandarkan banyak bagian diri pada sektor pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan, khususnya, dirancang dengan strategi dan memiliki prospek dalam jangka waktu yang (seharusnya) lama.


Namun, pada kenyataannya sistem pendidikan di Indonesia acap kali berubah-ubah sesuai dengan kehidupan politik bangsa setiap lima tahun sekali. Silih datang dan perginya menteri sebenarnya bukan masalah yang harus berlarut-larut, itu apabila kebijakan yang diterapkan bersifat matang dan, sekali lagi, seharusnya untuk jangka waktu yang lama.


Sebagian khalayak mungkin berpendapat bahwa hal seperti ini adalah wajar, mengingat Indonesia masih melangkah dalam taraf developing country. Namun, apa kita harus terus terkurung dalam paradigma selayak itu?


Pendidikan adalah hal yang mutlak harus dilaksanakan dengan strategi dan manajerial proses aktif dan pasif. Maksudnya, pendidikan seharusnya bukanlah hal yang sewajarnya di rombak fondasi dan struktur setiap tahunnya. Indonesia mengenalkan begitu banyak wacana dalam dunia pendidikan ini dan keresahan timbul sebagai momok bagi para pelajar.


Pribadi saya dapat bercerita dimana saya begitu banyak merasakan wacana wacana dalam penyelenggaraan ujian negara yang berlabelkan 'lulus' bagi para peserta ujian. SMP terbit wacana akan disertakannya mata pelajaran sains dan ilmu pengetahuan alam dalam ujian nasional, walaupun wacana itu berhasil diterapkan satu tahun kemudian hingga saat ini. SMA, sekarang ini, dihadapkan pada wacana akan disertakannya mata pelajaran agama dan kewarganegaraan sebagai salah satu komponen ujian nasional.


Mari berhitung. Setidaknya, SMA membutuhkan waktu selama tiga tahun dalam proses belajar mengajar. Lalu, apa yang terjadi dalam lima tahun terakhir ini? Diatas telah saya jabarkan adanya dua wacana yang dicanangkan oleh pemerintah. Ingat, jangan juga lupakan wacana wacana lain yang membahas akan dihapusnya pelaksanaan ujian nasional, penghapusan snmptn, penghapusan ujian mandiri masuk perguruan tinggi negeri, pengalih-fungsian ujian nasional sebagai standar masuk perguruan tinggi, perubahan jumlah paket ujian nasional, dan lain sebagainya.


Waktu segera bergulir ke bulan Maret, dimana ujian semakin dekat dan media massa makin 'rajin' meng-ekspos segala sesuatu akan wacana wacana dalam sistem pendidikan bangsa ini. Memang belum begitu terlihat, tapi setidaknya itulah yang terjadi di tahun tahun sebelumnya.


Sederet hal yang telah dijabarkan diatas, sepantasnya tidak perlu terjadi. Saya menyuarakan apa yang saya rasakan, dan kebanyakan pelajar rasakan. Mengetahui segala regulasi dan 'modernisasi' sistem pendidikan kurang dari satu tahun sebelum ujian dilaksanakan menurut saya bukanlah hal baik yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Melempar wacana, atau mungkin lebih tepatnya 'dilemparkan' oleh media massa nasional kepada khalayak banyak, harus dilakukan lebih berhati hati di kemudian hari.


Entah apa yang ada di benak para politisi dan penganggung aspirasi bangsa ini mengenasi segala yang terjadi. Bukankan lebih baik anggaran negara yang dihabiskan untuk operasional pengadaan rapat pembahasan wacana yang terus ada setiap tahunnya dianggarkan pada sektor pendidikan lainnya? Contoh, pembangunan sarana pendidikan yang memadai dan merata. Sebuah contoh positif dan langkah yang kongkret.


Simpulannya, mematangkan yang satu akan lebih baik dari melemparkan seribu satu wacana baru yang tidak tentu. Setuju?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar