Dunia itu dua suara, tersurat dengan banyak pena kekuasaan

Rabu, 09 April 2014

Media Kita

Orang bijak seringkali berkata bahwa gajah mati meninggalkan belang, dan sepantasnya manusia mati meninggalkan tulisan. Pada masa masa terdahulu, sangat dimungkinkan bahwa yang dimaksud dengan tulisan adalah sesuatu yang ditulis oleh individu itu sendiri, namun sekarang gue percaya bahwa yang dimaksud tulisan itu bisa berupa apapun yang tertulis berkaitan dengan dirinya. Ketika Harper Lee meninggalkan novel legendarisnya To Kill A Mockingbird, dan Adam Smith meninggalkan Wealth Of Nations di dunia ini, maka dua buah karya tulis beda jenis ini mampu merefleksikan banyak hal mengenai mereka semasa hidupnya, yang mungkin begitu dicari oleh orang-orang yang hidup di zaman setelahnya, termasuk gue (mungkin).

Namun hari ini semua berubah sedemikian rupa. Teknologi lagi lagi menjadi jawabannya. Media menjadi binatang buas di alam nyata, ketika jeruji tidak lagi sama, sehingga kebun binatang pun adalah hal yang fana. Layar kaca menampilkan kita beragam suka dan duka ketika kertas koran bertuliskan berita kesenangan dan juga kesengsaraan. Semua menjadi begitu biasa, tak terkecuali fitnah dan alih kata.

Sebenarnya apapun bahasa dan apapun yang tertulis di luar sana, semua akan menjadi sah-sah saja karena tulisan menjadi salah satu karya seni manusia. Tidak semua orang suka menulis dan lo bisa tanya sama orang terdekat lo, apakah dia suka menulis atau tidak. Gue juga gak bilang bahwa menulis adalah hal yang sakral, sulit, atau anti-mainstream, karena setiap orang berhak memilih apakah dia mau menulis atau tidak.

Yang menjadi masalah hari ini ialah, apakah segala yang tertulis itu adalah benar? Plagiarisme menjadi objek yang paling sensitif dalam setiap jenis karya seni manusia. Namun menulis sebuah fakta (menurut saya) telah menjelma menjadi problema di setiap manusia hari ini. Percayakah Anda?

Bagi gue yang suka menulis, gue menyarankan kalian semua, para pembaca, untuk tidak mempercayai seluruh hal dari apa yang kalian baca. Tulisan terkadang fana, hiperbola, bahkan anti-fakta. Seluruh tulisan harus kalian baca, namun tidak seluruh tulisan harus kalian cerna. Dulu pernah ada senior gue berkata bahwa dalam berteman, lo harus coba berteman dari yang ‘sajadah’ hingga ‘haram jadah’. Gue pikir hal ini juga berlaku dalam membaca. Bacalah dari yang ‘sajadah’ hingga ‘haram jadah’, maka selanjutnya lo bisa memilih apa yang menarik perhatian lo untuk dibaca.

Membaca tulisan juga mempengaruhi pola pikir manusia, terutama generasi instan. Gen Y, yang katanya adalah generasi saya (yang mencerminkan kehidupan instan dan anti-loyalitas), adalah generasi yang akrab dengan quotes-quotes orang terkenal, tokoh-tokoh besar Gen X, dan sering menumpahkannya dalam jejaring sosial. Sebutlah Path atau Tumblr, hingga orang tersebut mengakhiri hari nya dengan “Anjir ini gue banget”, atau mungkin “Gila sumpah gue pernah giniiii”.

Semua yang beredar disana itu kan sebenarnya adalah ‘katanya’, dan hanya sekedar ‘katanya’, tanpa ada bukti jelas yang berbicara. Gue gak bilang seluruhnya, tapi sebagian besar demikian adanya. Dimana kalian baca quotes-quotes terkenal? Share gambar dari jejaring sosial? Seberapa banyak yang mengecek ulang kebenarannya? Bukankah lo semua juga tau bahwa sebegitu mudahnya melakukan edit foto hari ini?

Bahkan beberapa kali gue mendapatkan fakta bahwa ada aja orang yang memajang foto orang lain sebagai foto dirinya dengan menyamarkan muka ‘orang di foto tersebut’ dengan gambar muka kucing. Crazy world.

Gue tidak mengajak kalian untuk tidak percaya, tapi hanya mengingatkan bahwa segala kata-kata yang ada diluar sana itu tentunya gak seluruhnya benar. Sir Alex Ferguson dalam autobiografinya menjelaskan bahwa media seringkali merangkai ulang kata-katanya ketika press conference menjadi menarik untuk headline, namun membuyarkan arti inti dari kalimatnya. Karena gue telah menakut-nakuti lo semua terhadap validitas tulisan, untuk yang ini silahkan cek di bab XX.

Masih mau gampang percaya?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar